Ya Shahib Zaman

"Kebenaran Yang Tersembunyi di Tempat Yang Gelap Kelak Akan Menampakan Sinarnya di Tempat Terbuka , Keimanan Yang Diajarkan di Dalam Rumah Kelak Akan Diteriakan di Tempat Yang Ramai", Isa Al-Masih as

  • HOME
  • ARTIKEL
    • Berita
    • Alkisah
    • Islami
    • Inspirasi
    • Film
  • Ebooks
    • Do'a
    • Filsafat
    • Islami
  • Galeri
    • Gambar
    • Suara
    • Video
  • Contact

Mengapa Arab Berpaling dari Abu Mazen?

Posted by Unknown at 4:28 AM
Seiring dengan kenaikan peringkat Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi negara pengawas non anggota, harapan rakyat terhadap Otorita Palestina pimpinan Mahmoud Abbas pun semakin tinggi. 

Sebelum keputusan Otorita Ramallah merujuk ke PBB untuk mengajukan kenaikan posisi negara Palestina dan berubahnya negara ini menjaga negara pengawas non anggota di PBB, pemimpin Arab menjanjikan bantuan finansial cukup besar kepada Otorita, namun kini tidak satu pun dari mereka memenuhi janjinya tersebut. 

Negara-negara Arab bukan saja tidak memberikan bantuan finansial kepada Otorita seperti yang mereka janjikan, bahkan mereka pun enggan melawat Ramallah. Sebelumnya dijadwalkan anggota Liga Arab akan mengirim delegasi menlunya ke Tepi Barat dan bertemu dengan Mahmoud Abbas, pemimpin Otorita Ramallah, namun ternyata Sekjen Liga Arab, Nabil el-Arabi hanya ditemani oleh menlu Mesir saat berkunjung ke kawasan ini. Hal ini telah memaksa Abbas mengeluarkan ancaman untuk membubarkan Otorita Ramallah dan menyerahkan pengelolaan Tepi Barat dan Baitul Maqdis kepada Rezim Zionis Israel dengan dalih protes atas berlanjutnya pembangunan distrik Zionis.  

Hani al-Misri, penulis dan pengamat Politik di Palestina terkait hal ini mengatakan, pemerintah Otorita Ramallah seharusnya memanfaatkan semua fasilitas yang dimilikinya untuk menghadapi Rezim Zionis Israel ketimbang disibukkan untuk memulai perundingan dengan rezim ilegal ini. Menurut al-Misri, perubahan strategi Otorita dengan menekankan muqawama anti Israel akan membuat negara-negara Arab tertekan oleh rakyat mereka sendiri dan terpaksa mengubah sikapnya saat ini terhadap Otorita serta memperhatikan kebutuhan finansial pemerintahan pimpinan Mahmoud Abbas ini. Hani menekankan, tidak terealisasinya janji bantuan finansial negara Arab terhadap petinggi Otorita Ramallah dan absennya mereka di Ramallah disebabkan oleh represi Amerika terhadap negara-negara tersebut. Ia pun mengingatkan kesalahan Otorita Ramallah di masa lalu saat perundingan damai dan menjelaskan bahwa bangsa Palestina kini mengharapkan lebih kepada Otorita Ramallah dari sekedar kenaikan posisi di PBB serta menunggu Abbas berhasil mengakhiri pembangunan distrik Zionis di wilayah pendudukan. Al-Misri juga mengkritik ancaman Abu Mazen terkait pembubaran Otorita Ramallah dan menekankan kubu dengan mengambil kebijakan muqawama menghadapi Israel harus berusaha mengubah dirinya menjadi pemerintah yang kokoh bagi bangsa Palestina dan bukannya menjadikan dirinya sebagai wakil dari Israel sehingga setiap saat bersedia mengembalikan urusan Tepi Barat kepada Tel Aviv. 

Talal Aukal, penulis serta analis lain Palestina seraya mengisyaratkan tidak adanya komitmen negara-negara Arab untuk memberi bantuan finansial kepada Otorita Ramallah serta absennya mereka di Ramallah saat lawatan Nabil el-Arabi menekankan, telah tiba saatnya bagi Otorita Ramallah untuk memiliki keberanian cukup membongkar kebijakan munafik negara-negara Arab khususnya ketika mereka tidak begitu peduli terhadap bangsa Palestina. Aukal juga mengisyaratkan pembatalan lawatan Raja Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani ke Ramallah dan menekankan, jika Emir Qatar memiliki niat untuk menyatakan solidaritas dan dukungannya terhadap bangsa Palestina ketika hendak mengunjungi Ramallah, maka tidak seharusnya ia membatalkan lawatannya hanya karena ditekan oleh Amerika Serikat. Menurutnya Sheikh Hamad hanya membawa pesan Amerika kepada Otorita ketika melawat Ramallah. Dan ketika menyaksikan kondisi saat ini tidak memungkinkan bagi Otorita untuk menerima pesan Amerika maka ia pun membatalkan lawatannya. (IRIB Indonesia/Qodsna/MF)



Ke Halaman Berita---

0 comments:

Lawan Tentara Israel, Bocah Palestina Bertemu PM Turki

Posted by Unknown at 4:12 AM
Seiring dengan kenaikan peringkat Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi negara pengawas non anggota, harapan rakyat terhadap Otorita Palestina pimpinan Mahmoud Abbas pun semakin tinggi. 

Sebelum keputusan Otorita Ramallah merujuk ke PBB untuk mengajukan kenaikan posisi negara Palestina dan berubahnya negara ini menjaga negara pengawas non anggota di PBB, pemimpin Arab menjanjikan bantuan finansial cukup besar kepada Otorita, namun kini tidak satu pun dari mereka memenuhi janjinya tersebut. 

Negara-negara Arab bukan saja tidak memberikan bantuan finansial kepada Otorita seperti yang mereka janjikan, bahkan mereka pun enggan melawat Ramallah. Sebelumnya dijadwalkan anggota Liga Arab akan mengirim delegasi menlunya ke Tepi Barat dan bertemu dengan Mahmoud Abbas, pemimpin Otorita Ramallah, namun ternyata Sekjen Liga Arab, Nabil el-Arabi hanya ditemani oleh menlu Mesir saat berkunjung ke kawasan ini. Hal ini telah memaksa Abbas mengeluarkan ancaman untuk membubarkan Otorita Ramallah dan menyerahkan pengelolaan Tepi Barat dan Baitul Maqdis kepada Rezim Zionis Israel dengan dalih protes atas berlanjutnya pembangunan distrik Zionis.  

Hani al-Misri, penulis dan pengamat Politik di Palestina terkait hal ini mengatakan, pemerintah Otorita Ramallah seharusnya memanfaatkan semua fasilitas yang dimilikinya untuk menghadapi Rezim Zionis Israel ketimbang disibukkan untuk memulai perundingan dengan rezim ilegal ini. Menurut al-Misri, perubahan strategi Otorita dengan menekankan muqawama anti Israel akan membuat negara-negara Arab tertekan oleh rakyat mereka sendiri dan terpaksa mengubah sikapnya saat ini terhadap Otorita serta memperhatikan kebutuhan finansial pemerintahan pimpinan Mahmoud Abbas ini. Hani menekankan, tidak terealisasinya janji bantuan finansial negara Arab terhadap petinggi Otorita Ramallah dan absennya mereka di Ramallah disebabkan oleh represi Amerika terhadap negara-negara tersebut. Ia pun mengingatkan kesalahan Otorita Ramallah di masa lalu saat perundingan damai dan menjelaskan bahwa bangsa Palestina kini mengharapkan lebih kepada Otorita Ramallah dari sekedar kenaikan posisi di PBB serta menunggu Abbas berhasil mengakhiri pembangunan distrik Zionis di wilayah pendudukan. Al-Misri juga mengkritik ancaman Abu Mazen terkait pembubaran Otorita Ramallah dan menekankan kubu dengan mengambil kebijakan muqawama menghadapi Israel harus berusaha mengubah dirinya menjadi pemerintah yang kokoh bagi bangsa Palestina dan bukannya menjadikan dirinya sebagai wakil dari Israel sehingga setiap saat bersedia mengembalikan urusan Tepi Barat kepada Tel Aviv. 

Talal Aukal, penulis serta analis lain Palestina seraya mengisyaratkan tidak adanya komitmen negara-negara Arab untuk memberi bantuan finansial kepada Otorita Ramallah serta absennya mereka di Ramallah saat lawatan Nabil el-Arabi menekankan, telah tiba saatnya bagi Otorita Ramallah untuk memiliki keberanian cukup membongkar kebijakan munafik negara-negara Arab khususnya ketika mereka tidak begitu peduli terhadap bangsa Palestina. Aukal juga mengisyaratkan pembatalan lawatan Raja Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani ke Ramallah dan menekankan, jika Emir Qatar memiliki niat untuk menyatakan solidaritas dan dukungannya terhadap bangsa Palestina ketika hendak mengunjungi Ramallah, maka tidak seharusnya ia membatalkan lawatannya hanya karena ditekan oleh Amerika Serikat. Menurutnya Sheikh Hamad hanya membawa pesan Amerika kepada Otorita ketika melawat Ramallah. Dan ketika menyaksikan kondisi saat ini tidak memungkinkan bagi Otorita untuk menerima pesan Amerika maka ia pun membatalkan lawatannya. (IRIB Indonesia/Qodsna/MF)



Ke Halaman Berita---

0 comments:

Kebodohan Dalam Pandangan Imam Ali bin Abi Thalib as

Posted by Unknown at 11:14 PM
Orang bodoh menganggap dirinya tahu tentang makrifat ilmu yang sebenarnya tidak diketahuinya, dan dia merasa cukup dengan pendapatnya saja.


Orang yang alim mengetahui orang yang bodoh karena dia dahulunya adalah orang yang bodoh, sedangkan orang yang bodoh tidak mengetahui orang yang alim karena dia tidak pernah menjadi orang alim.

Orang bodoh adalah kecil meskipun dia orang tua, sedangkan orang alim adalah besar meskipun dia masih remaja.

Allah tidak memerintahkan kepada orang bodoh untuk belajar sebelum Dia memerintahkan terlebih dahulu kepada orang alim untuk mengajar.

Segala sesuatu menjadi mudah bagi dua macam orang: orang alim yang mengetahui segala akibat dan orang bodoh yang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi padanya.

Ada dua orang yang membinasakanku: orang bodoh yang ahli ibadah dan orang alim yang mengumbar nafsunya.

Imam `Ali a.s. menjawab pertanyaan seorang yang bertanya kepadanya tentang kesulitan, dia berkata,“Bertanyalah engkau untuk dapat memahami, dan janganlah engkau bertanya dengan keras kepala. Sebab, sesungguhnya orang bodoh yang terpelajar serupa dengan orang alim, dan orang alim yang sewenang-wenang serupa dengan orang bodoh yang keras kepala.

Engkau tidaklah aman dari kejahatan orang bodoh yang dekat denganmu dalam kekerabatan dan ketetanggaan. Sebab, yang paling dikhawatirkan terbakar nyala api adalah yang paling dekat dengan api itu.

Alangkah buruknya orang yang berwajah tampan, namun dia bodoh. la seperti rumah yang bagus bangunannya, tetapi penghuninya orang yang jahat, atau seperti taman yang penghuninya adalah burung hantu, atau kebun kurma yang penjaganya adalah serigala.

Janganlah engkau berselisih dengan orang bodoh, janganlah engkau mengikuti orang pandir, dan janganlah engkau memusuhi penguasa.

Yang engkau lihat dari orang yang bodoh hanyalah dua hal: melampaui batas atau boros.

Sebodoh-bodoh orang adalah orang yang tersandung batu dua kali.

Menetapkan hujah terhadap orang bodoh adalah mudah, tetapi mengukuhkannya yang sulit.

Tidak ada kebaikan dalam hal diam tentang suatu hukum, sebagaimana tidak ada kebaikan dalam hal berkata dengan kebodohan

Tidak ada penyakit yang lebih parah daripada kebodohan. Dan tidak ada kefakiran yang sebanding dengan kebodohan.

Imam Ali as berkata, "Musibah terbesar adalah kebodohan." (Kanz al-Ummal, jilid 13, hal 151, hadis 36472)

Imam Ali as berkata, "Tidak ada agama dan kepercayaan yang akan tumbuh dengan orang-orang bodoh." (Kanz al-Ummal, jilid 13, hal 151, hadis 36472)

Dalam buku Nahjul Balaghah, Imam Ali as berkata, "Betapa banyak orang mulia yang dihinakan oleh kebodohannya." (khutbah 184)

Beliau juga berkata, "Akal menunjuki dan menyelamatkan, tapi kebodohan menyesatkan dan membinasakan." (khutbah 184)

Imam Ali as berkata, "Kebodohan merupakan pusat segala keburukan." (Nahjul Fashahah, hadis 781)

Imam Ali as secara gamblang menjelaskan, "Ilmu adalah pembunuh kebodohan." (At-Tauhid, hal 127

Imam Ali as berkata, "Seandainya tidak ada lima sifat ini, niscara seluruh manusia menjadi orang saleh; merasa puas dengan kebodohan, rakus akan dunia, kikir akan kelebihan yang dimiliki, riya dalam beramal, berbangga diri." (Ghurar al-Hikam, jilid 2, hal 451, hadis 3260)

Imam Ali as berkata, "Kebodohan membunuh orang yang hidup dan mengekalkan kesulitan." (Ghurar al-Hikam, hadis 1464)

Imam Ali as berkata, "Zakatnya akal adalah menanggung orang-orang bodoh." (at-Tauhid, hal 127)

Imam Ali as berkata, "Barangsiapa yang banyak bergurau akan dianggap orang bodoh." (Ghurar al-Hikam, jilid 5, hal 183, hadis 7883)

Imam Ali as berkata, "Kejujuran adalah kemuliaan dan kebodohan adalah kehinaan." (Tuhaf al-Uqul, hal 356)

Imam Ali as berkata, "Engkau tidak akan melihat orang bodoh kecuali memiliki sifat ekstrim lebih atau kurang." (al-Nihayah, jilid 3, hal 435)

Imam Ali as berkata, "Tidak ada kekayaan seperti akal, tidak ada kemiskinan seperti kebodohan, tidak ada peninggalan seperti adab dan tidak ada dukungan seperti musyawarah." (Tuhaf al-Uqul, hal 89)

Imam Ali as berkata, "Betapa banyak orang pintar yang dibunuh oleh kebodohannya, padahal ia bersama ilmunya, tapi tidak memberi manfaat kepadanya." (al-Irsyad, hal 144)

1 comments:

Dimanakah Kebenaran Itu?

Posted by Unknown at 9:50 PM

Yadi adalah mahasiswa di salah satu kampus terkenal di Jogja. Siang itu, Yadi dan teman-teman sekelasnya duduk sambil menikmati suasana mesjid yang  damai. Sebagaimana biasanya, masing-masing dari mereka sibuk dengan “hobi”-nya. Ada yang mengobrol sambil sesekali melempar candaan. Ada yang membaca buku. Ada yang sibuk bermain HP. Bermacam-macam. Namun berbeda dengan teman-temannya, Yadi hanya terdiam. Dahinya mengernyit, nampak bahwa dia sedang menyelami alam pikirannya. Tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang tinggi.

“Benarkah kebenaran yang saya yakini ini? Agama saya, semuanya”, pikir Yadi.


“Adakah kebenaran yang saya yakini ini adalah murni hasil dari pencarian, pembelajaran, dan pemahaman ataukah kebenaran yang ‘dipaksakan’ oleh orang-orang selain diri saya? Mungkin oleh orang tua saya, saudara saya, teman-teman saya, atau bahkan oleh orang-orang yang sengaja ingin membodohi saya”, tambahnya.


“Tidak, saya harus berubah. Mulai detik ini setiap segala sesuatu yang saya yakini sebagai kebenaran haruslah bersumber dari penelaahan, pembelajaran, dan pemahaman. Bukan berasal dari ‘katanya’ .  Tidak ada lagi pembatasan atas diri saya untuk mempelajari apapun. Karena saya harus memiliki argumen atas setiap keyakinan saya. Dan sepahit apapun kebenaran itu, saya akan terima dengan kebanggaan”,tekadnya.

Dari cerita di atas, tanpa ragu saya katakan, “Beruntunglah seorang Yadi itu.”  Dia berani melakukan apa yang kebanyakan manusia tidak mampu untuk melakukannya. Yadi berani merobohkan penjara kebodohan dalam dirinya. Yadi berani melanggar ‘tradisi’ nenek moyangnya, yakni ‘mangut-mangut ‘ alias ‘nerimo sajo’.  Yadi berani berpikir terbuka. Yadi yang sekarang adalah Yadi yang siap untuk menerima kebenaran hakiki bukan kebenaran bias yang selama ini dia yakini. Pengetahuan dan ketundukan pada kebenaran hakiki itulah hadiah yang paling pantas didapatkan oleh orang-orang seperti Yadi.

Namun, terbersit dalam pikiran saya untuk bertanya kepada siapapun yang membaca tulisan ini dan khusunya kepada diri saya sendiri. ADAKAH TEKAD  ITU ADA PADA DIRI KITA? Saya yakin kebanyakan dari kita akan menjawab “TIDAK.”

Kenapa jawabannya ‘TIDAK’?.

Karena kebanyakan manusia terlalu ‘takut’ untuk mengetahui kebenaran. Kebanyakan manusia terlalu ‘takut’ untuk tunduk pada kebenaran. Pepatah lama mengatakan ‘Kebenaran itu pahit’. Mungkin pepatah tersebut ada benarnya. Karena setiap kita mengetahui kebenaran, maka kita diwajibkan untuk tunduk kepadanya. Tunduk kepada kebenaran bukan berarti bahwa hidup kita akan semakin mudah. Justru sebaliknya, tunduknya kita pada kebenaran akan dibarengi dengan konsekuensi-konsekuensi yang harus dihadapi. Konsekuensi itulah yang akan membawa pada kesulitan. Dan pada akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali pengingkaran akan kebenaran.

Tahukah anda kisah pemuka Nasrani Najran yang berdialog dengan Nabi saww? Kisah mereka menjadi Asbabun Nuzul turunnya ayat Mubahalah (QS.Ali Imran 3:61). Diriwayatkan bahwa pemuka Nasrani Najran ini tetap enggan untuk mengakui kenabian Muhammad saww, meskipun kebenaran telah nampak jelas di hadapan mereka. Tahukah anda kenapa mereka tetap bersikukuh pada kesesatan? KONSEKUENSI! Itulah yang menyebabkan mereka bersikap seperti itu.  Seandainya mereka mengakui kenabian Muhammad saww dan tunduk pada kebenaran maka mereka akan kehilangan kedudukan mereka yang tinggi diantara penduduk Najran. Lebih jauh lagi, bukan tidak mungkin mereka akan dibunuh. Hingga akhirnya, seperti yang telah saya sebutkan, tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali PENGINGKARAN.

Dengan demikian, jelaslah bahwa salah satu penyebab keengganan manusia untuk tunduk pada kebenaran adalah konsekuensi yang harus mereka terima. 

Namun, sebenarnya ada faktor lain yang bisa menyebabkan hal itu. Dan faktor ini sebenarnya jauh lebih berbahaya. Jika faktor sebelumnya berkaitan dengan sisi eksternal manusia. Maka faktor selanjutnya terkait dengan sisi internal manusia. EGO ! inilah faktor yang dalam istilah islam sering disebut dengan hawa nafsu. Hawa nafsu ini menyeret manusia pada sifat-sifat buruk. Kesombongan dan kedegilan adalah sebagian kecil dari produk ego atau hawa nafsu.

Anda tentu tahu kisah Fir’aun dan Musa as. Kitab-kitab samawi seperti Al-Qur’an dan Injil menceritakan peristiwa ini. Dikisahkan, meskipun kebenaran dan mukzizat-mukzizat Musa as dengan jelas nampak di hadapannya (fir’aun) tapi seorang Fir’aun tetap berdegil dan merasa sombong. Dia tetap bersikukuh pada pendiriannya. Dia tetap enggan untuk tunduk pada kebenaran yang Musa as bawa. Ego atau hawa nafsu inilah yang menyebabkan Fir’aun bersikap demikian.

Selain kedua faktor yang telah disebutkan diatas, ada satu faktor lagi yang hendak saya jelaskan. Faktor inilah pangkal dari semua keburukan, kesesatan, dan kebinasaan. Imam Ali bin Abi Thalib kw menyebut faktor yang satu ini sebagai bencana/musibah.
Imam Ali as berkata, "Musibah terbesar adalah kebodohan." (Kanz al-Ummal, jilid 13, hal 151, hadis 36472)

Kebodohan akan menunggangi manusia. Karenanya, manusia akan diarahkan pada keburukan, kesesatan, dan kebinasaan. Berapa banyak manusia yang diperdaya kebodohan. Adakah mereka sadar telah diperdaya oleh kebodohan? Sekali-kali tidak. Mereka merasa sudah bersikap cerdas dan bijak. Mereka merasa sudah berjalan diatas jalur yang benar.

Kita sebagai manusia seringkali merasa paling benar. Kita sering  menganggap setiap yang bertentangan dengan kita adalah salah. Sebagai contoh, orang nasrani menganggap agama merekalah yang benar, dan selain mereka adalah salah. Sementara itu, orang islam juga mengklaim hal yang sama.  Adakah secara hakikatnya baik nasrani maupun islam kedua-duanya adalah benar? Ataukah salah satunya benar dan yang satunya salah?

Jika kita katakan bahwa keduanya benar maka kita terjebak dalam sesuatu yang disebut dengan relativitas kebenaran/kebenaran relatif. Dalam pandangan ini, semua adalah benar. Kebenaran itu tidak memiliki hakikat karena sesuatu dikatakan benar tergantung dari sudut pandang subjeknya. Seperti contoh diatas, karena baik orang nasrani maupun islam menganggap bahwa mereka itu benar maka baik agama nasrani maupun agama islam adalah benar.

Tapi apakah kebenaran diukur dengan cara seperti itu? Yakni, apa yang kita yakini benar secara hakikatnya juga pasti benar. Ataukah kebenaran itu mutlak, yakni tidak tergantung dari subjek yang memandangnya.

Kebenaran itu mutlak. Berapa banyakpun kelompok manusia yang berselisih paham dan merasa paling benar,  kebenaran itu tetap satu. Kelompok A boleh saja mengklaim paling benar. Begitupun kelompok B. Dan mungkin juga kelompok C. Namun yakinlah bahwa kebenaran itu hanya satu.

Hakikat kebenaran hanya dapat dikenali oleh manusia-manusia yang melepaskan diri dari kebodohan. Mereka yang mau terus belajar dan menelaahlah yang akan sanggup mengetahui letak kebenaran. Dalam pandangan mereka, ilmulah satu-satunya jalan yang sanggup membawa mereka pada kebenaran hakiki.

Imam Ali as berkata, “Apabila kalian dapati dua hal yang saling betentangan maka benturkan keduanya niscaya kebenaran akan muncul.”

Disini Imam Ali as menjelaskan tentang cara mengenali kebenaran. Untuk mengenali kebenaran ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Pertama, kita harus berani berpikir terbuka. Karena hanya manusia  yang berani berpikir terbukalah yang sanggup mengenali kebenaran. Dengan berpikir terbuka kita tidak akan membatasi diri dari mencari dan mempelajari ilmu. Kita akan terus belajar dan terus mencari ilmu tidak hanya dari sumber-sumber kelompok kita saja tapi juga dari sumber-sumber kelompok yang berseberangan.

Kedua, kita harus menguji argumen dari masing-masing kelompok. Dalam hal ini, kita harus bersikap objektif. Kita tidak boleh terjebak dalam tendensi pribadi. Kita harus bersikap sebagai pencari kebenaran sejati. Karena seandainya kita tidak bersikap demikian, maka kebenaran yang akan muncul bukanlah kebenaran hakiki melainkan ‘kebenaran  yang dipaksakan’ atau saya menyebutnya dengan istilah ‘kebenaran bias'.

Kebenaran yang kebanyakan dari kita yakini bukanlah kebenaran hakiki yang bersumber dari hasil pencarian, penelaahan, dan pembelajaran yang benar melainkan kebenaran yang dipaksakan. Kebenaran yang kita simpulkan kebanyakannya hanyalah hasil dari ‘nerimo sajo’. Kita terlalu percaya dengan ‘katanya’.

“eh, katanya ahmadiyah itu sesat”, “eh, katanya syi’ah itu sesat”, “eh, katanya....katanya....katanya.”

Kebanyakan dari kita ketika mendengar ‘katanya’ ini langsung saja percaya dan menganggapnya kebenaran. Saya tidak menyalahkan anda jika anda berkesimpulan bahwa ahmadiyah itu sesat atau syiah itu sesat, dsb. Saya hanya ingin mengatakan bahwa setiap kesimpulan yang kita tarik haruslah memiliki argumen/premis yang bisa diterima. Dan argumen tersebut tentunya adalah hasil dari penelaahan, dan pengkajian kita sendiri. Bukan dari argumen yang dipaksakan oleh orang-orang disekitar anda. Sekalipun orang itu dapat dipercaya, karena bisa jadi mereka keliru.

Imam Ali as suatu waktu pernah ditanya oleh salah seorang sahabatnya, “wahai Amirul Mukminin, berapa jauhkah jarak antara kebenaran dan kebatilan itu?” Mendengar pertanyaan ini Imam Ali as meletakan jarinya diantara mata dan telinga. Kemudian beliau mengatakan, “Apa yang kamu dengar kebanyakannya adalah batil, sementara apa yang kamu lihat adalah sebaliknya.”(Ghurarul Hikam)

Dari riwayat ini, dapat saya jelaskan bahwa hendaknya kita tidak langsung membenarkan setiap kabar yang kita terima. Kita harus mengujinya terlebih dahulu. Wajib bagi kita untuk membuktikannya dengan argumen yang benar. Saya akan mengajukan sebuah contoh.

Setelah serangan 9 /11 orang barat menganggap bahwa ‘Islam itu agama teroris’. Apakah anggapan/kesimpulan mereka itu benar? Tentunya kita yang muslim akan menyatakan bahwa mereka itu keliru karena kesimpulan/anggapan mereka bertentangan dengan realitas yang kita ketahui. Tapi bagi mereka, anggapan bahwa ‘Islam itu agama teroris’ merupakan sebuah kebenaran.

Lalu dimana letak kesalahan mereka?

Mereka langsung percaya ‘katanya’ tanpa pernah menelaah dan membuktikannya secara langsung. Mereka langsung percaya dengan kabar yang dihembuskan media setempat bahwa islam itu agama yang menghalalkan kekerasan. Islam yang mereka kenal  berasal dari sumber yang salah. Karena sumbernya salah maka tentulah informasi yang didapat juga salah. Seandainya mereka memang ingin mengetahui tentang islam, tentunya mereka harus mempelajari  langsung dari sumbernya. Bukan dari Islam Amerika.

Begitu juga realitas yang terjadi di tanah air kita. Bebarapa waktu lalu lalu kita dikejutkan oleh berita tentang penyerangan yang dilakukan oleh segerombolan orang terhadap kelompok Syi’ah. Mereka beralasan bahwa mereka menyerang kelompok  ‘sesat’. Seandainya saya tanya satu persatu dari mereka dengan pertanyaan sederhana seperti,  “apa itu syiah?” Saya yakin jawaban mereka ngaco. Dan pastinya mereka akan mengatakan ‘kata guru saya sih bla bla bla’. Dan pastinya pengetahuan si gurunya ini juga dari gurunya lagi, tanpa pernah mengeceknya.

Mari kita sedikit berandai-andai!

Seandainya kita ingin membeli baju, manakah yang kita datangi, penjual baju atau penjual kambing? Tentu penjual baju bukan. Dari pengandaian ini dapat kita katakan bahwa sebelum membuat suatu kesimpulan sudah semestinya kita telusuri dulu apakah sumber informasi itu representatif atau tidak. Sehingga, kita bisa mendapat kepastian tentang tingkat kevalidan informasi yang kita dapatkan. Dan tentunya, semakin valid informasi yang kita dapat, semakin kesimpulan kita itu benar.


Tapi, ya inilah realitasnya. Kebanyakan manusia terlalu enggan untuk membaca, menelaah, dan belajar. Padahal,  bukankah perintah pertama Allah swt kepada Nabi saww adalah ‘Iqra’ (bacalah)? Lalu kenapa kita enggan untuk belajar dan justru malah berargumen dengan "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (QS. Albaqarah 2:170).


Mudah-mudahan kita tidak termasuk kelompok yang Allah swt hinakan dengan kebodohan. Dan mudah-mudahan Allah swt memasukan kita pada kelompok orang-orang berilmu yang selalu siap tunduk pada kebenaran. Amin

Salam sejahtera bagi orang-orang yang mendapat petunjuk.

0 comments:

Newer Posts Home
Subscribe to: Posts (Atom)

Photostream

Powered by Blogger.

Halaman

  • Home

Saya

Unknown
View my complete profile

Arsip

  • ►  2013 (26)
    • ►  January (26)
  • ▼  2012 (4)
    • ▼  December (4)
      • Mengapa Arab Berpaling dari Abu Mazen?
      • Lawan Tentara Israel, Bocah Palestina Bertemu PM T...
      • Kebodohan Dalam Pandangan Imam Ali bin Abi Thalib as
      • Dimanakah Kebenaran Itu?

Blogger templates

Hello there!

Follow us

High Quality Blogger Templates
Copyright © 2012 Ya Shahib Zaman - Designed by SoraTemplates - and Free Blogger Templates.

Back to top