Ya Shahib Zaman

"Kebenaran Yang Tersembunyi di Tempat Yang Gelap Kelak Akan Menampakan Sinarnya di Tempat Terbuka , Keimanan Yang Diajarkan di Dalam Rumah Kelak Akan Diteriakan di Tempat Yang Ramai", Isa Al-Masih as

  • HOME
  • ARTIKEL
    • Berita
    • Alkisah
    • Islami
    • Inspirasi
    • Film
  • Ebooks
    • Do'a
    • Filsafat
    • Islami
  • Galeri
    • Gambar
    • Suara
    • Video
  • Contact

Rezim Al-Saud Dinilai Sedang Menuju Kehancuran

Posted by Unknown at 5:45 AM
Ali al-Ahmad, ketua lembaga riset Teluk Persia dan pengamat politik menandaskan, Rezim al-Saud kian mendekati masa kehancuran.

Ali al-Ahmad dalam wawancaranya dengan Press TV menambahkan, kehancuran kekuasaan rezim al-Saud di Arab Saudi kian dekat mengingat ideologi irrasional rezim ini bahwa kerajaan dan rakyat negara ini milik mereka serta kepemimpinan hak pasti mereka.

Demonstran Arab Saudi secara rutin menggelar aksinya di wilayah Qatif dan kota al-Awamiyah di provinsi al-Sharqiyah. Awalnya mereka menuntut pembebasan para tahanan politik, keadilan sosial dan diakhirinya diskriminasi.
Meski demikian, aksi demo di Arab Saudi baru-baru ini berubah menjadi protes anti-rezim karena pemerintah menerapkan kekerasan dalam menumpas aksi demo damai warganya.

Ali al-Ahmad terkait hal ini mengungkapkan, "Menurut saya tahun 2013 adalah tahun krisis bagi Arab Saudi, karena kita bakal menyaksikan gelombang protes dan badai politik yang akan menerpa Riyadh."

Al-Ahmad manambahkan, yang pasti kemenangan revolusi di Arab Saudi membutuhkan waktu yang cukup panjang, jika kita meneliti revolusi di seluruh dunia, mulai dari Revolusi Iran hingga Revolusi Perancis, kita menemukan bahwa revolusi tersebut membutuhkan waktu cukup lama untuk terbentuk dan menyebar ke seluruh negara.

Arab Saudi selama beberapa bulan dilanda aksi demo luas warga menentang rezim al-Saud. 
(IRIB Indonesia/MF/SL)


Ke Halaman Berita---

0 comments:

Menyingkap Hakikat Wahhabi & Mengenal Ibnu Abdul Wahhab

Posted by Unknown at 5:34 AM
Sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai sejarah Ibnu Taimiyyah, ulama yang hidup antara abad 7 dan 8 H dan pemikirannya. Reaksi para ulama dan jawaban yang mereka berikan berhasil mengubur pemikiran sesat itu bersama dengan kematian pencetusnya yang meninggal dunia tahun 728 H. Akan tetapi, lima abad kemudian, pemikiran itu dihidupkan kembali oleh seorang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi di Jazirah Arab. Siapakah Muhammad bin Abdul Wahhab?

Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H di Jazirah Arab. Sejak masa remaja dia tertarik pada pemikiran Ibnu Taimiyyah. Ketertarikan itu telah membawanya untuk mengambil jalan yang sama dengan yang ia idolakan dengan memaparkan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam yang hakiki. Untuk menyebarkan pemikirannya, ia dibantu oleh kekuatan pedang penguasa wilayah Najed. Ibnu Abdul Wahhab menyebarkan ajarannya di negeri yang paling dihormati oleh umat Islam, yaitu Mekah dan Madinah.

Ayah Muhammad bin Abdul Wahhab sudah mengkhawatirkan masa depan putranya itu yang sejak kanak-kanak menunjukkan sikap dan perilaku yang menyimpang. Sejak masa pendidikan di kota Madinah, dia sering mengolok-olok kepercayaan umat Islam dan mencemoohnya. Tak jarang dia memaparkan pendapat yang aneh. Hal itu telah membuat para gurunya khawatir. Di Madinah dia mengecam ziarah ke makam Rasulullah Saw. Diceritakan bahwa sejak masa remaja, Muhammad bin Abdul Wahhab gemar membaca biografi nabi-nabi palsu seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajjaj, Aswad al-Ansi dan semisalnya bahkan mengagumi mereka. Meski demikian, tak dipungkiri bahwa pemikiran Ibnu Abdil Wahhab bersumber pada ajaran Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauzi.

Penentangan warga kota Madinah terhadap pemikirannya memaksa Muhammad bin Abdul Wahhab meninggalkan kota suci itu dan kembali ke Najed. Tak lama setelah itu, ia bertolak ke Basrah. Di kota itu dia ditentang habis-habisan oleh para ulama dan warga karena sikap dan pemikirannya. Ia pun diusir dari kota itu.

Menurut para ulama, pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab lebih ekstrim dibanding Ibnu Taimiyyah. Dia memiliki pandangan yang jauh keluar dari jalan lurus umat Islam sampai mengkafirkan seluruh umat Islam yang berbeda pandangan dengannya dan bahkan menghalalkan darah mereka. Dengan pemikirannya yang sesat itu, dia menyebut negeri-negeri Islam bahkan Mekah dan Madinah sebagai Darul Kufr dan Darul Harb lalu memerintahkan para pengikutnya untuk menghancurkan tempat-tempat suci. Kekerasan dan keberingasan merupakan ciri khas perilaku Muhammad bin Abdil Wahhab dan para pengikutnya.

Muhammad bin Abdul Wahhab bukan hanya ditentang oleh ayahnya saja, tetapi kakaknya yang bernama Sulaiman bin Abdul Wahhab juga bangkit melakukan perlawanan terhadap pemikiran adiknya. Ketika masih hidup, Abdul Wahhab menjadi tokoh utama yang menghalangi penyebaran pemikiran sesat putranya. Tahun 1153 H, Abdul Wahhab meninggal dunia, dan sang anak memperoleh kesempatan untuk mengajak masyarakat kepada pemikirannya. Dia mendapat penentangan dari para ulama termasuk kakaknya Syeikh Sulaiman yang menulis buku berjudul ‘Al-Shawaiq Al-Ilahiyah fi Al-Radd ‘ala Al-Wahhabiyah'.

Syeikh Sulaiman juga kerap menulis surat kepada saudaranya itu memperingatkan akan bidah yang dibuat oleh pemikiran Wahhabiyyah. Dalam salah satu suratnya Syeikh Sulaiman menulis, "Aku menuliskan apa-apa yang aku pelejari dari para ulama. Jika engkau menerima maka itu lebih baik dan saya bersyukur kepada Allah. Jika tidak, aku tetap bersyukur karena telah melaksanakan apa yang menjadi kewajibanku. Ketahuilah bahwa Allah Swt telah mengutus Nabi-Nya, Muhammad Saw dengan al-Quran dan agama yang benar kepada dunia supaya agamanya unggul atas agama-agama yang lain. Dia telah menurunkan al-Quran untuk menjelaskan segala sesuatu. Allah Swt telah menepati janji-Nya dan mengunggulkan agamanya atas agama-agama yang lain."

Lebih lanjut Syeikh Sulaiman membawakan ayat-ayat suci al-Quran dan hadis yang menetapkan bahwa umat Nabi Muhammad Saw adalah sebaik-baik umat dan mengikuti ajaran agama ini adalah kewajiban bagi semua orang. Dia mengingatkan saudaranya akan ayat 115 surat al-Nisa' yang menyebukan, "Siapa saja yang menentang Nabi setelah kebenaran menjadi jelas dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan membawanya kepada jalan (kebatilan) itu dan memasukkannya ke dalam neraka dan dia akan itulah seburuk-buruk tempat kembali."

Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menggubris nasehat saudaranya dengan tetap mempertahankan pemikiran sesatnya dan mengkafirkan mereka yang tidak sejalan dengannya. Di bagian lain, Syeikh Sulaiman mengingatkannya dan menyatakan, "Nabi Saw telah mengatakan kepada kita bahwa manusia yang bodoh tidak seharusnya bersikeras dengan pendapatnya. Jika tidak mengetahui permasalahan maka wajib baginya untuk bertanya kepada ulama. "Maka tanyakanlah kepada Ahlu Dzikr jika kalian tidak mengetahui. (Q.S. al-Anbiya: 7)."

Seluruh nasehat dan peringatan yang disampaikan oleh para ulama tidak membekas sama sekali di hati Muhammad bin Abdul Wahhab. Dia tetap menyebarkan pemikirannya dan berhasil mengajak banyak orang di wilayah Najed untuk mengikutinya. Para pengamat sosial meyakini bahwa salah satu faktor yang membuat warga Najed mengikuti ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab adalah krisis budaya dan sosial yang menimpa masyarakat Najed di zaman itu. Sebab, mereka tak lebih dari masyarakat yang tinggal di wilayah gurun sahara yang kurang berperadaban, berpengetahuan agama minim dan relatif bodoh. Siapa saja akan mudah memperdaya dan menipu mereka. Apalagi, Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal pandai berorasi dan tutur katanya dapat memikat orang awam. Tak heran jika dalam waktu yang reltif singkat, dia berhasil menarik banyak orang kepada pemikirannya. Hanya saja peran pedang dan kekerasan Muhammad bin Saud yang didukung kekuatan imperialis Inggris dalam penyebaran pemikiran Wahhabisme tidak bisa dianggap enteng.(IRIB Indonesia)



Ke Halaman Islami---

0 comments:

Langkah Agresif AS Untuk Mengisolasi Iran

Posted by Unknown at 3:53 AM
Presiden Amerika Serikat Barack Obama belum lama ini, menandatangani sebuah undang undang yang ditujukan untuk menangkal pengaruh Iran di kawasan Amerika Latin melalui strategi diplomasi dan politik.

Undang-Undang "Countering Iran in the Western Hemisphere" yang ditujukan untuk menangkal pengaruh Iran itu, disahkan oleh DPR pada awal tahun ini. Aturan tersebut memungkinkan Kementerian Luar Negeri AS untuk mengembangkan strategi dalam kurun waktu 180 hari guna menghadapi aktivitas dan kehadiran Iran yang menyebabkan beberapa negara di wilayah Amerika Latin memusuhi AS.

Aturan tersebut juga menyerukan agar Kementerian Keamanan Domestik untuk meningkatkan pengintaian di wilayah perbatasan AS dengan Meksiko guna mencegah adanya operasi yang dilakukan Korp Pengawal Revolusi Iran (Pasdaran), Pasukan Elit al-Quds, Hizbullah, atau organisasi lain yang ingin masuk ke Amerika Serikat.

Washingon telah berulang kali menyatakan pihaknya terus memantau aktivitas Iran di Amerika Latin secara seksama, meskipun Kementerian Luar Negeri dan dinas intelijen mengindikasikan tidak ada ancaman atas aktivitas negara Islam itu di Amerika Selatan.

Republik Islam telah membuka enam kedutaan besar baru di wilayah itu sejak 2005, sehingga jumlahnya menjadi 11 kedubes dan 17 pusat kebudayaan. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad juga sempat melakukan sejumlah kunjungan kenegaraan ke Amerika Latin, meskipun tahun 2012 hanya dua kali.

Tehran secara khusus memiliki kedekatan dengan Bolivia, Ekuador, Kuba dan Venezuela, yang ditandai dengan meningkatnya investasi negara Timur Tengah itu di empat negara tersebut.

Tanpa ragu, pengaruh Iran yang telah mencapai Amerika Latin, adalah suatu fakta yang mengacak-acak dominasi dan hegemoni AS di dunia. Aksi itu secara langsung menunjukkan tekad AS untuk memblokir semua kanal guna meningkatkan efektifitas sanksi terhadap Iran.

Peningkatan hubungan antara Iran dan Amerika Latin sejak kepemimpinan Ahmadinejad didorong oleh kombinasi faktor. Selain faktor ekonomi, kedua belah pihak juga menentang kebijakan hegemonik AS dan menegaskan independensi kebijakan luar negeri semua negara.

Perlu dicatat bahwa AS telah lama mengadopsi kebijakan Iranphobia dan menyebarkan kebohongan tak berdasar di media terkait Republik Islam. AS juga kerap menyuarakan kejengkelannya atas kedekatan hubungan Iran dengan Venezuela.

Iran sendiri mengkritik langkah agresif AS untuk melawan peningkatan pengaruh Republik Islam di Amerika Latin. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast mengatakan, "Orang-orang Amerika masih hidup di era Perang Dingin dan membayangkan bahwa Amerika Latin masih menjadi halaman belakang mereka, serta berniat untuk memaksakan dan menentukan kebijakan AS di negara-negara merdeka."

Dia mencatat bahwa kebijakan itu menunjukkan kurangnya pengetahuan para pejabat AS tentang tatanan dunia baru. Dikatakannya, "Hubungan Iran dengan semua negara, terutama di Amerika Latin, bersahabat dan didasarkan pada sikap saling menghormati dan kepentingan bersama. Hubungan ini akan membawa kesejahteraan dan pengembangan lebih lanjut dari kedua belah pihak."

Mehmanparast menegaskan bahwa opini publik tidak lagi menerima tindakan usil dan negara-negara Amerika Latin bebas mengatur hubungan luar negeri mereka berdasarkan kepentingan mereka sendiri. 
(IRIB Indonesia/RM/NA)



Ke Halaman Berita---

0 comments:

Irak Semakin Membara

Posted by Unknown at 3:33 AM

Friksi politik di Irak kian meningkat. Perang verbal antara Perdana Menteri Nouri al-Maliki dan Ketua Parlemen, Osama al Nujaifi serta aksi demo pro serta anti pemerintah mewarnai transformasi Irak saat ini.


Babak baru friksi politik di Irak muncul akibat penangkapan pengawal Rafi al-Issawi, menteri keuangan negara ini. Setelah penangkapan pengawal al-Issawi, provinsi yang mayoritas Sunni mulai bergolak dan warga menggelar aksi demo anti pemerintah.

Demonstran selain memblokir jalur transformasi antara Irak, Suriah dan Yordania, juga membawa bendera kelompok pemberontak Suriah, poster Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan bendera rezim terguling Irak. Sikap para demonstran di kawasan Sunni Irak ini memaksa sejumlah elite politik dan pengamat baik dalam maupun asing angkat suara. Menurut mereka ada upaya konspirasi di Irak dengan menciptakan friksi antar etnis oleh kubu oposisi dalam dan asing terhadap pemerintahan Nouri al-Maliki.

Sementara itu, sejumlah elite politik Irak seperti Ketua Parlemen, Osama al-Nujaifi dan Wakil perdana menteri, Saleh al-Mutlaq secara terang-terangan mendukung aksi demonstran yang ilegal dan merusak stabilitas nasional negara ini.

Sikap demonstran dan pendukung dalam serta asingnya telah membangkitkan reaksi Maliki. PM Irak seraya mengkritik sikap politik al-Nujaifi menyatakan bahwa ketua parlemen telah kehilangan legalitasnya dan tidak memiliki kelayakan lagi untuk memimpin lembaga legislatif ini.

Maliki meyakini bahwa undang-undang yang dirilis parlemen dan kabinet Irak serta perdana menteri tidak memiliki wewenang membatalkan konstitusi yang disahkan oleh lembaga legislatif ini. Maliki menilai al-Nujaifi bertanggung jawab atas undang-undang yang dituntut oleh mayoritas demonstran di berbagai kota ini. Salah satu UU paling nyata adalah perang anti terorisme.

Statemen Maliki ini langsung menuai reaksi dari al-Nujaifi. Ketua parlemen Irak menuding Nouri al-Maliki meregulasi UUD, melanggar independensi lembaga yudikatif dan memasung hak kebebasan berpendapat warga serta anggota parlemen.

Dakwaan al-Nujaifi terhadap Maliki dilontarkan di saat PM Irak paling getol mereaksi aksi protes warga, tidak seperti al-Nujaifi dan pendukung Barat serta Arabnya. Sejumlah rakyat Irak di sejumlah wilayah seperti Provinsi Thi Qar dan Najaf menggelar aksi demo membela Nouri al-Maliki dan menilai aksi demo di provinsi Sunni negara ini sengaja diorganisir untuk mengobarkan friksi sektarian.

Para demonstran ini berusaha untuk tidak terjebak dalam fitnah sektarian dengan meningkatkan kewaspadaan mereka. Oleh karena itu, slogan-slogan seperti "Kami tidak akan menjual saudara kami baik Sunni maupun Syiah" termasuk upaya mereka untuk mencegah kian parahnya friksi sektarian.

Yang jelas friksi politik saat ini di Irak yang disetir oleh sejumlah pemimpin Arab dan Barat anti Nouri al-Maliki serta intervensi anasir internal yang berafilisi dengan kubu asing ini sangat mengancam stabilitas keamanan nasional Irak. Jika konspirasi ini tidak segera diatasi maka  kondisi di Irak secara perlahan namun pasti akan berubah seperti di Suriah. Ini memang termasuk dalam agenda kubu asing. (IRIB Indonesia/MF/NA)


Ke Halaman Berita---

0 comments:

Kisah Latif Yahia 'Anak' Saddam Hussein

Posted by Unknown at 3:19 AM

Peperangan yang terus menerus terjadi di Irak dan Iran membuat keluarga mantan Presiden Irak Saddam Hussein selalu waspada. Karena selalu menjadi incaran lawan, anggota keluarga Saddam biasanya memiliki doppelgangger atau 'kembaran' yang dimanfaatkan sebagai tameng berlindung.
Dikutip dari BBC News Online, kembaran bagi anggota keluarga Saddam ini, biasanya menjadi tahanan dan dipaksa menjalani berbagai tugas berbahaya. Latif Yahia adalah salah satu orang yang sangat tidak beruntung karena memiliki wajah mirip dengan anak tertua Saddam, Uday Hussein.
Latif adalah salah satu perwira yang ikut dalam perang antara Irak dan Iran di tahn 90-an. Wajahnya yang mirip Uday, membuatnya dibawa ke istana dan dipaksa belajar bagaimana cara menjadi Uday Hussein.
Latif pun sempat menjalani beberapa tugas kenegaraan yang menjadi kewajiban Uday. Beberapa kali pula, ia menjadi sasaran pembunuhan berbagai pihak yang ingin membnuh Uday.
Dalam bukunya Uday Hussein is Worst Than a Psycopath, Latif menceritakan bagaimana ia bertaruh nyawa selama menjadi kembaran Uday, sementara Uday menghabiskan waktunya dengan berhura-hura dan berjudi. 
Sekali waktu, pernah pula Latif menjadi saksi bagaimana Uday memperkosa perempuan yang yang baru saja menjadi pengantin baru. Malu dengan kejadian tersebut, perempuan tersebut pun bunuh diri dengan loncat dari gedung apartemen. 
Tak tahan dengan apa yang harus ia jalani, Latif memilih mencari cara melarikan diri. Karena tak mungkin pulang ke keluarganya, Latif harus lari jauh dari Tanah Airnya. Kini, Latif sudah berusia 48 tahun dan sudah menulis tiga buah buku tentang pengalamannya. 
Sebuuah film berjudul Monster's Double juga sempat dibuat berdasarkan ceritanya. Film ini tayang di Festival Film Sundance pada 22 Januari 2011 lalu.
(sumber : republika.co.id)


Ke Halaman Berita---

0 comments:

Kisah Malik al-Asytar ra

Posted by Unknown at 3:06 AM

Ar-Rabadzah adalah nama sebuah gurun di antara Makkah dan Madinah. Daerah adalah daerah yang tandus. Tak ada yang mendiami tempat tersebut. Tetapi pada tahun 30 H, ada sebuah kemah di sana. Di dalam kemah itu terdapat seorang lelaki tua, perempuan tua, dan putri mereka.

Lalu mengapa lelaki tua itu mendiami tempat terpencil di tengah gurun tersebut?

Ia tinggal di sana bukan karena keinginannya, melainkan seorang khalifah (Utsman bin Affan ) telah membuangnya ke sana.

Lelaki tua itu menderita sakit dan istrinya selalu menangis. Ia pun bertanya pada istrinya," Wahai Ummu Dzar, mengapa kau menangis?" Perempuan tua itu menjawab," Bagaimana aku tidak menangis, sementara engkau menjelang ajal di tengah gurun ini?"

Lelaki tua itu lalu berkata," Suatu hari, teman-temanku dan aku duduk bersama Rasulullah saw. Kemudian beliau saw. berkata pada kami,'Salah satu dari kalian akan mati di gurun. Dan sekelompok Mukmin akan menghadiri kematiannya.' Lalu teman-temanku pulang ke rumah mereka masing-masing. Tak seorang pun yang mengingatnya kecuali aku. Seseorang akan datang dan menolongmu."

Perempuan tua itu kemudian berkata," Musim Haji telah usai. Tak ada seorang pun yang akan lewat di gurun ini."

Lelaki tua itu menjawab," Jangan khawatir! Naiklah ke bukit dan lihatlah jalan yang biasa di lewati kafilah-kafilah."

Kemudian perempuan tua itu pun pergi ke atas bukit dan meihat.

Setelah lama ia menunggu, di kejauhan perempuan tua itu melihat kafilah datang menujum ke arahnya.

Perempuan tua itu melambaikan sehelai kain. Para penunggang kuda itu heran dan saling bertanya di antara mereka tentang perempuan tua itu yang sendirian berada di tengah gurun.

Mereka lalu mendekatinya dan bertanya tentang keadaannya. Dan ia pun berkata," Suamiku aku meninggal. Dan tak ada seorang pun yang ada di sampingnya."

Mereka bertanya,"Siapa suamimu?"

Sambil menangis, perempan tua itu menjawab,"Abu Dzar, sahabat Rasulullah!"

Mereka pun terkejut. Lalu mereka berkata," Abu Dzar! Sahabat Rasulullah! Mari kita lihat dia!"

Rombongan itu masuk ke kemah. Ketika mereka masuk, mereka melihat Abu Dzar sedang tidur di atas tempat tidurnya. Mereka lalu berkata,"Assalamu 'alaika, wahai sahabat Rasulullah!"

Abu Dzar menjawab," Wa'alaikum salaam, siapa anda sekalian?"

Salah seorang dari mereka menjawab," Malik al Harts al Asythar. Dan beberapa orang bersamaku dari Irak. Kami akan pergi ke Madinah untuk berbicara pada khalifah tentang penganiayaan yang kami alami."

Abu Dzar lalu berkata,"Wahai saudaraku! Bergembiralah! Rasulullah telah mengatakan padaku bahwa aku akan mati di gurun dan ada beberapa orang Mukmin akan menghadiri kematianku."

Malik dan kawan-kawannya duduk di dalm kemah Abu Dzar. Malik al Asythar merasa kasihan meliaht keadaan Abu Dzar. Dan ia merasa sedih mendengar bani Umayya telah menganiaya sahabat besar itu.



Al Asythar

Malik bin al Harts al Nakhai adalah salah seorang dari suku tua Yaman. Ia telah memeluk Islam sejak masa Nabi saw. dan ia pun sangat setia dengan keislamannya itu.

Ia mengambil bagian dan bertempur dengan gagah berani dalam pertempuran Yarmuk. Ia dengan berani menghadang serangan pasukan Romawi atas pasukan kaum Muslim. Sehingga kelopak matanya robekkarena terbelah pedang musuh. Oleh karena itulah ia dijuluki Al Asytar (yang tergores wajahnya karena pukulan).

Pada tahun 30 H, kaum Muslim Kufah dan kaum Muslim yang ada di kota-kota lain menjadi marah atas perlakuan penguasa-penguasa mereka. Sebagai contoh, Al Walid bin Akabah (saudara Khalifah Utsman), Gubernur Kufah, yang kelakuannya sangat bertentangan dengan Islam. Ia adalah peminum khamar (minuman keras) dan menghabiskan waktunya dengan berfoya-foya.

Suatu hari, ia pernah memasuki masjid dalam keadaan mabuk. Ia melakukan salat empat rakaat pada waktu subuh. Kemudian ia berbalik menghadap orang-orang yang sedang beribadah dan berkata dengan sinis," Apakah salah jika aku menambah salatku?"

Rakyat merasa tidak senang dengan kelakuannya. Mereka mengkritik di pasar-pasar, di rumah-rumah, dan di Masjid-masjid.

Orang-orang bertanya-tanya," Apakah khalifah tidak menemukan penguasa yang baik untuk menggantikan yang buruk ini ?"

"Ia meminum khamar dengan terang-terangan."

"Ia melanggar ajaran agama dan hak-hak kaum Muslim."

Akhirnya, rakyat memutuskan untuk meminta nasihat pada orang-orang bijak. Lalu mereka pun mendatangi Malik al Asytar.

Malik berkata pada mereka,"Kita sebaiknya menasehatinya terlebih dahulu. Bila tidak bisa dinasehati, kita laporkan pada khalifah kelakuan buruknya."

Malik dan beberapa orang pergi ke istana untuk menghadap al Walid. Ketika mereka sampai di istana, mereka melihat al Walid sedang minum khamar seperti biasanya. Mereka menasihatinya untuk berbuat baik. Tetapi ia justru membentak dan mengusir mereka.

Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Madinah untuk menemui khalifah Utsman dan mengatakan padanya tentang masalah ini.

Para utusan itu bertemu dengan khalifah dan melaporkan kelakuan buruk al Walid. Namun sayang, Khalifah justru membentak dan mengusir mereka. Bahkan ia pun menolak untuk mendengarkan keluhan mereka. Sehingga mereka menjadi kecewa.

Mereka lalu berpikir untuk menemui Imam Ali bin Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad Saw, karena beliaulah satu-satunya harapan untuk memperbaiki keadaan.



Utusan

Sementara itu, seluruh kaum Muslim mengeluhkan kelakuan buruk para penguasa kotanya.

Para sahabat pergi ke rumah Imam Ali. Mereka mengatakan pada beliau tentang penganiayaan dan korupsi yang dilakukan para penguasa tersebut.

Imam Ali sedih mendengar berita itu. Sehingga beliau pergi ke istana Khalifah. Beliau menemui Utsman dan menasehatinya," Wahai Utsman, kaum Muslim mengeluh tentang penganiayaan yang dilakukan para penguasa. Dan engkau mengetahuinya dengan baik. Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda,"Di hari kiamat nanti, penguasa yang zalim akan diseret ke neraka. Dan tak seorang pun yang mendukung atau membebaskannya. Kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka. Ia akan jatuh berputar-putar hingga ia mencapai kerak neraka."

Utsman berpikir sejenak. Ia menundukkan kepalanya dengan sedih. Ia mengakui kesalahannya. Dan ia berjanji bahwa ia akan bertobat kepada Allah dan memohon maaf pada kaum Muslim.

Imam Ali pergi dan memberi tahukan kabar baik itu pada kaum Muslim. Mereka semua bergembira.

Tetapi Marwan, seorang munafik, berkata pada Khalifah," Engkau sebaiknya mengancam rakyat sehingga tak seorang pun yang berani melawan Khalifah."


Revolusi

Utsman melanggar janjinya. Ia tidak berkelakuan baik dan tidak mengganti gubernurnya. Pada saat yang sama, ia menggunakan kebijakan keras untuk melawan rakyat. Muawiyah, Gubernur Syam, menyarankan Khalifah agar mengusir para sahabat Nabi Saw.

Khalifah pun membuang Abu Dzar, seorang sahabat besar, ke Rabadzah, di mana ia meninggal di sana. Ia menganiaya Ammar bin Yasir, yang juga seorang sahabat besar.

Khalifah juga mencambuk Abdullah bin Mas'ud. Karenanya, rakyat mengeluhkan keputusan Utsman dan para gubernurnya itu.

Para sahabat Nabi Muhammad saw. mengirim banyak surat ke kaum Muslim yang ada di seluruh kota. Surat-surat itu berbunyi sebagai berikut:" Kaum Muslim, mari bergabung dengan kami. Selamatkan kekhalifahan. Kitabullah (Alquran) dan sunnah Nabi telah diselewengkan. Maka, bergabunglah dengan kami jika kalian beriman kepada Allah dan hari pembalasan."

Kaum Muslim berduyun-duyun datang ke Madinah dari berbagai penjuru. Malik al Asytar mewakili para pemberontak. Ia mengadakan pertemuan dengan Utsman untuk membahas permasalahan pemerintahan kaum Muslim.

Para pemberontak meminta Utsman untuk menanggalkan kekuasaannya. Tetapi Utsman menolak hal tersebut. Imam Ali mencoba untuk memperbaiki keadaan. Namun, semua usaha beliau sia-sia.

Kaum Muslim tidak senang dengan penganiayaan yang dilakukan Utsman dan para gubernurnya yang zalim itu. Sementara Utsman tetap keras kepala memaksakan keputusannya.

Para pemberontak mengepung istana Utsman. Sehingga Imam Ali meminta kedua putranya, Al Hasan dan Al Husain as, untuk menjaga Utsman.

Para pemberontak memanjat dinding-dinding istana. Mereka menorobos masuk ke dalam ruangan khalifah dan membunuhnya. Sementara itu, Marwan dan kaum munafik lainnya melarikan diri.

Thalhah dan Zubair berambisi untuk menjadi Khalifah . Sehingga mereka pun membantu pemberontakan. Tetapi rakyat berpikir hanya satu orang yang layak menjadi khalifah. Dan orang itu adalah Imam Ali.

Rakyat berbondong-bondong mendatangi rumah Imam Ali. Mereka meminta beliau menjadi Khalifah. Tetapi Imam Ali menolaknya.

Malik al Asytar dan sahabat-sahabat yang lain tetap mendesak agar Imam Ali menjadi Khalifah. Malik menyeru rakyat dengan bersemangat,"Wahai umat, ini adalah Khalifah Rasulullah. Ia telah belajar ilmu-ilmu Rasulullah. Alquran telah menyebut keimanannya. Rasulullah berkata padanya bahwa ia masuk ke surga Al Ridwan. Kepribadiannya sempurna. Orang-orang dari masa lampau maupun sekarang mengakui tindakan dan pengetahuannya."

Oleh karena itu, Malik al Asythar adalah orang yang pertama membai'at (menyatakan sumpah setianya kepada) Imam Ali untuk menjadi Khalifah. Kemudian kaum Muslim mengikutinya.

Ketika Imam Ali menjadi Khalifah, babak baru dimulai. Beliau memecat semua penguasa zalim. Sebagai gantinya, beliau menunjuk orang-orang yang saleh.


Perang Jamal

Beberapa orang berambisi menjadi khalifah. Thalhah dan Zubair adalah dua orang diantaranya. Mereka pergi ke Makkah untuk mendesak Aisyah, putri Abu Bakar, untuk mengadakan pemberontakan guna melawan Imam Ali.

Marwan mengambil keuntungan dari keadaan itu. Ia mulai menggunakan uang kaum Muslim yang ia curi, untuk membentuk pasukan besar. Ia mengumumkan bahwa ia akan membalas dendam pada para pembunuh Utsman.

Pasukan itu menuju Basrah. Mereka tumbangkan gubernur di daerah itu dan mengusirnya. Mereka pun merampok baitulmal (perbendaharaan harta kaum Muslim).

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontak dengan gigih. Beliau menuju Basrah untuk meminta rakyat di sana berjuang melawan pemberontak itu.

Beliau juga mengutus Al Hasan dan Ammar bin Yasir ke Kufah, meminta rakyat di sana untuk bergabung melawan pemberontak. Namun gubernur Kufah, Abu Musa al Asy'ari, justru mencegah rakyat untuk berjuang dan juga memerintahkan rakyat untuk tidak mematuhi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.

Hari-hari berlalu, tetapi Al Hasan dan Ammar bin Yasir belum kembali. Sehingga, Imam Ali kemudian mengirim Malik Asythar untuk menyusul mereka berdua.

Malik Asythar adalah seorang pemberani dan bersemangat tinggi. Ia menyadari bahwa orang-orang Kufah akan selalu mendukung Imam Ali melawan musuh-musuh beliau. Dan ia mengerti bahwa Abu Musa lah yang menghalangi mereka.

Malik Asythar tiba di Kufah dan mulai mengundang rakyat untuk mengikutinya. Sejumlah orang menaatinya. Sehingga ia mulai menyerang istana Gubernur dan membubarkan para pengawal yang ada di sana.

Saat itu, Gubernur Abu Musa al Asy'ari meminta Malik Asythar untuk memberikan waktu beberapa hari baginya untuk meninggalkan Kufah. Malik menyetujuinya. Pada hari yang sama, Malik al Asythar bergegas menuju masjid untuk mendorong rakyat agar mendukung Imam Ali.

Sehingga akhirnya Malik dapat membentuk pasukan besar. Pasukan itu berjumlah lebih dari 18 ribu orang. Al Hasan memimpin sembilan ribu orang. Mereka bergerak lewat darat. Dan sebagian yang lain bergerak lewat sungai. Tujuannya adalah untuk bergabung dengan pasukan Imam Ali di Dziqar, bagian selatan Irak.

Imam Ali memimpin pasukan bergerak menuju Basrah, dimana beliau berhadapan dengan pasukan Aisyah. Pemimpin pasukan Aisyah adalah Thalhah, Zubair, dan Marwan bin Hakam.

Malik al Asythar memimpin di sayap kanan. Ammar bin Yasir memimpin di sayap kiri. Imam Ali memimpin di tengah pasukan. Dan Muhammad ibnu al Hanafiah, anak Imam Ali, membawa bendera.

Pasuka Aisyah mulai menyerang pasukan Imam Ali. Mereka menghujani pasukan Imam Ali dengan panah. Sehingga beberapa pasukan terbunuh dan sebagian lainnya terluka-luka.

Pasukan Imam Ali ingin mundur satu per satu. Tetapi Imam Ali menghentikan mereka dan berkata," Siapa yang mau mengambil Alquran ini dan pergi ke mereka untuk menyerukan mereka agar kembali kepadanya?

Seorang pemuda berkata,"Amirul Mukminin, aku akan membawanya."

Lalu ia memimpin pasukan penunggang unta dengan mengangkat Alquran. Dan Aisyah pun berteriak, "Panah dia!"

Segera pasukan panah menyerangnya. Ia pun jatuh ke tanah dan menjadi syahid.

Saat itu, Amirul Mukminin mengangkat tangannya ke langit. Beliau berdoa pada Allah SWT agar memberikan kemenangan. Kemudian beliau pun berkata," Ya Allah, mata ini memandang-Mu! Dan tangan-tangan ini mengulur (pada-Mu)! Tuhanku, hakimilah umat kami dan kami dengan keadilan! Dan Engkau adalah sebaik-baiknya hakim!"

Kemudian Imam memerintahkan pasukannya untuk melancarkan serangan. Malik al Asythar pun maju. Ia bertempur dengan gagah berani. Pertempuran sengit terjadi di sekitar riuhnya unta.

Imam menyadari bahwa dengan membunuh unta ia dapat mengakhiri pertumpahan darah, itu akan mengakhiri pertempuran antara dua pasukan tersebut.

Sehingga atas perintah Imam, Malik al Asythar segera melancarkan serangan kearah unta. Ia bertempur dengan gagah berani dan jujur. Ia tidak membunuh mereka yang terluka. Ia tidak memburu mereka yang melarikan diri.

Malik al Asythar meneladani Imam Ali. Ia mencintai Khalifah Rasulullah saw. itu. Imam juga mencintai Malik, karena ia orang yang takut pada Allah. Dan Allah mencintai siapa pun yang takut pada-Nya.



Kemenangan

Setelah pertempuran sengit, pasukan Imam membunuh unta-unta. Sehingga pasukan musuh menjadi lemah semangatnya dan mulai melarikan diri dari medan tempur.

Imam memerintahkan pasukannya untuk menghentikan perang. Dan beliau juga memerintahkan pasukannya untuk memperlakukan Aisyah dengan baik dan membawanya kembali ke Madinah.

Imam membebaskan tawanan perang. Imam pun memerintahkan untuk merawat mereka yang terluka. Dan Imam membebaskan mereka semua.



Di Kufah

Setelah beberapa hari tinggal di Basrah, Imam Ali pergi menuju Kufah.

Dalam peperangan, Malik al Asythar bertempur dengan berani layaknya singa. Sehingga musuh-musuh takut padanya. Tetapi pada kesehariannya, ia adalah lelaki miskin. Ia mengenakan pakaian sederhana. Ia berjalan dengan rendah hati. Oleh karena itu, kebanyakan orang tidak mengenalnya.

Suatu hari, Malik al Asythar berjalan di jalanan, dan ada seorang bodoh sedang makan beberapa butir kurma dan melemparkan biji-bijinya.

Malik al Asythar melewati orang bodoh itu. Si bodoh itu lalu melemparkan biji kurma ke arah Malik. Biji kurma itu mengenai punggung Malik. Orang bodoh itu pun menertawainya.

Seorang laki-laki melihat kelakuan orang bodoh itu. Ia lalu berkata padanya," Apa yang kau lakukan? Tahukah kau siapa laki-laki itu?"

Orang bodoh itu menjawab," Tidak, Siapa dia?"

Orang itu berkata," Ia adalah Malik al Asythar!"

Malik melanjutkan perjalanannya. Ia tidak memedulikan orang bodoh itu. Ia ingat bagaimana orang-orang musyrik memperlakukan Nabi Muhammad saw. dengan buruk di Makkah. Mereka melempari Nabi saw. dengan debu dan kotoran, tetapi Nabi saw. tetap diam. Malik pun masuk ke dalam masjid, dan ia mulai memohon kepada Allah SWT.

Laki-laki bodoh tadi segera berlari. Ia masuk kedalam masjid, lalu memeluk Malik seraya meminta maaf dan berkata," Aku meminta maaf atas kelakuan burukku tadi! Terimalah permintaan maafku ini." Malik pun menjawab dengan tersenyum, "saudaraku, jangan khawatir. Demi Allah, aku masuk ke masjid ini untuk memohon kepada Allah agar Ia memaafkanmu.”



Perang Shiffin

Imam Ali memilih orang-orang saleh untuk menjadi gubernur di kota-kota. Beliau menunjuk Malik al Asythar menjadi Gubernur Mosul, Sinjar, Nasibin, Hit, dan Anat. Itu adalah daerah-daerah di perbatasan Syam.

Muawiyah tidak mematuhi Khalifah Ali. Ia pun menjadi diktator di Syam. Bahkan ia ingin melakukan pemberontakan terhadap Imam Ali dengan dalih menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan.

Imam Ali mencoba menempuh jalan damai. Imam mengajak Muawiyah untuk mematuhi beliau. Imam mengirim beberapa surat kepada Muawiyah. Dan mengirim beberapa utusan untuk berbicara kepadanya. Tetapi, semua usaha Imam Ali sia-sia. Muawiyah tetap ingin melakukan pemberontakan.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bagi Imam Ali kecuali menghadapi pemberontakan Muawiyah tersebut. Imam Ali lalu membentuk pasukan dan menyerahkan komandonya kepada Malik Asythar.

Pasukanpun maju menuju Syam. Ketika tiba di Kirkisya, terjadilah bentrokan dengan pasukan Muawiyah yang dipimpin oleh Abi al Awar al Salmi.

Malik al Asytar mencoba membujuk Abi al Awar al Salmi untuk mengakhiri pemberontakan dan mematuhi Amirul Mukminin. Tetap ia menolaknya.

Malam harinya, pasukan Muawiyah mengambil kesempatan dengan melancarkan sebuah serangan mendadak. Tindakan itu bertentangan dengan agama dan etika perang karena kedua kubu tersebut sedang dalam perundingan.

Pasukan Imam melawan serangan mendadak itu. Mereka membunuh dan melukai banyak penyerang dan memaksa lainnya untuk mundur ke tempat asal mereka.

Malik al Asythar menunjukkan lagi keberaniannya. Ia mengirim utusan untuk menemui Abi al Awar untuk mengundangnya berduel dengan pedang. Utusan itu berkata," Wahai Abi al Awar, Malik al Asythar mengundangmu untuk berduel dengannya!"

Pemimpin pasukan Muawiyah itu menjadi takut dan dengan perasaan kecut berkata," Aku tidak ingin berduel dengannya!"

Muawiyah memimpin sebuah pasukan besar untuk bergabung dengan pasukan Abi al Awar al Salmi. Kedua kubu bertemu di dataran Shiffin di tepi Sungai Eufrat.

Beberapa unit pasukan Muawiyah berhasil menduduki tepi sungai dan mengepung sungai tersebut untuk mencegah pasukan Imam Ali mengambil air.

Tindakan ini juga bertentangan dengan hukum Islam dan hukum perang. Lalu Imam Ali mengutus Sasa'ah bin Suhan, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw untuk berbicara kepada Muawiyah.

Sasa'ah mendatangi kemah Muawiyah dan berkata," Hai Muawiyah, Ali berpesan,'Biarkan kami mengambil sedikit air. Lalu kami akan memutuskan selanjutnya antara kalian dan kami. Jika tidak, kalian dan kami akan bertempur hingga si pemenang yang akan minum."

Muawiyah terdiam sejenak lalu berkata," Aku akan menjawabnya nanti."

Utusan Imam Ali pergi. Muawiyah meminta saran dari beberapa orang. Al Walid berkata dengan marah," Cegah mereka dari meminum air untuk memaksa mereka menyerah."

Mereka setuju dengan pendapat tersebut. Muawiyah mempekerjakan orang-orang jahat di sekelilingnya . Mereka adalah pelanggar hukum-hukum Islam dan hak asasi manusia.

Malik al Asythar mengamati gerakan pasukan yang ada di tepi sungai. Ia melihat perbekalan pasukan tersebut. Sehingga ia sadar bahwa Muawiyah akan memperketat pengepungan sungai itu.

Tentara Imam menjadi haus. Malik pun demikian. Seorang tentara berkata padanya, " Ada sedikit air dalam tempat minumku, minumlah." Malik menolaknya dan berkata, "Aku tak akan minum sebelum seluruh pasukanku minum!"

Malik pergi menemui Imam Ali dan berkata, "Amirul Mukminin, pasukan kita kehausan. Tidak ada jalan lagi bagi kita selain bertempur." Imam menjawab, Baiklah."

Imam Ali menyampaikan sebuah khutbah dan mendorong mereka untuk bertempur dengan berani. Ia maju ke tepi sungai Eufrat.

Setelah pertempuran sengit terjadi, Malik dapat menguasai kembali tepi sungai dan memaksa pasukan Muawiyah untuk menarik diri.

Pasukan Muawiyah menjadi jauh dari air. Sehingga mereka pun berpikir untuk membuat tipu muslihat demi menguasai kembali sungai Eufrat tersebut.

Pada hari berikutnya, sebuah anak panah jatuh diantara pasukan Imam. Di panah itu terikat sepucuk surat. Para tentara membaca surat itu dengan hati-hati. Mereka dengan cepat menceritakan pesan itu satu sama lain. Pesan itu berbunyi," Dari seorang saudara setia di pasukan Syam (pasukan Muawiyah), Muawiyah akan membuka bendungan sungai itu untuk menenggelamkan kalian. Maka, berhati-hatilah!"

Pasukan Imam percaya pada berita itu dan mundur. Sehingga pasukan Syam mengambil kesempatan dari keadaan itu dan merebut kembali tepi sungai .

Namun pasukan Imam kemudian melancarkan serangan dan mengusir pasukan Syam dari daerah itu.

Muawiyah sangat khawatir, sehingga ia bertanya kepada Amr bin Ash," Apakah menurutmu Ali akan mencegah kita meminum air?" Amr bin Ash menjawab, "Ali tak akan melakukan apa yang kamu lakukan."

Pasukan Syam juga merasa khawatir. Namun, segera mereka mendengar bahwa Imam mengizinkan mereka datang ke sungai dan minum air.

Beberapa orang Syam pun menyadari perbedaan kualitas diri Muawiyah dan Imam Ali. Muawiyah melakukan segala cara untuk memenangkan peperangan. Tetapi Imam Ali tidak berpikir untuk melakukan semua itu. Ia melakukan tindakan yang baik, terpuji, dan berperikemanusiaan.

Oleh karena itu, beberapa tentara Syam meninggalkan kubu Muawiyah dengan diam-diam di malam hari. Mereka bergabung dengan pasukan Imam Ali karena kubu Imam Ali selalu mewakili kebenaran dan kemanusiaan.


Muawiyah

Muawiyah merasa tidak senang kepada Malik al Asythar, karena keberaniannya membuat pasukan Imam Ali berperang dengan penuh semangat, dan pada saat yang sama mencemaskan pasukan Syam.

Sehingga Muawiyah memutuskan untuk membunuh Malik al Asythar melalui duel pedang. Ia memerintahkan Marwan untuk berduel dengan Malik. Tetapi Marwan takut pada Malik. Oleh karena itu, ia meminta maaf kepada Muawiyah dan berkata, "Biarlah Amr bin Ash yang berduel dengannya karena ia adalah tangan kananmu."

Kemudian Muawiyah memerintahkan Amr bin Ash untuk berduel dengan Malik. Amr bin Ash dengan rasa enggan menyetujui rencana Muawiyah tersebut.

Amr lalu memanggil Malik untuk berduel dengannya. Malik maju ke arah Amr bin Ash dengan memegang tombaknya. Malik memukulnya dengan keras tepat pada wajah, sehingga Amr bin Ash pun melarikan diri ketakutan.


Kesyahidan Ammar

Peperangan menjadi bertambah hebat. Ammar memimpin di sayap kiri. Meskipun ia sudah tua, namun ia bertempur dengan gagah berani.

Ketika matahari hampir terbenam, Ammar bin Yasir meminta sedikit makanan untuk berbuka puasa.

Seorang tentara membawakan untuknya secangkir penuh yoghurt (susu asam). Ammar menjadi gembira dan berkata," Malam ini, aku mungkin syahid karena Rasulullah saw telah berkata padaku,'Ammar, sekelompok orang zalim akan membunuhmu, dan makanan terakhirmu di dunia adalah secangkir yoghurt."

Sahabat besar itu pun berbuka puasa dan lalu maju ke medan pertempuran. Ia bertempur dengan gagah berani. Namun akhirnya ia pun jatuh ke tanah dan syahid.

Imam Ali datang dan duduk di dekat kepala Ammar lalu berkata dengan sedih, "Semoga Allah merahmati Ammar di hari ia menjadi syahid. Semoga Allah merahmati Ammar di hari ia dibangkitkan dari kematian. Wahai Ammar nikmatilah surgamu."

Kesyahidan Ammar di pertempuran itu sangat mempengaruhi jalannya pertempuran. Pasukan Imam berada dalam semangat yang tinggi. Sementara itu, pasukan Muawiyah justru berada dalam semangat yang rendah.

Semua kaum Muslim menjadi teringat pada sabda Rasulullah saw. kepada Ammar bin Yasir. Hadis itu berbunyi," Wahai Ammar, kelompok orang-orang zalim akan membunuhmu."

Sehingga semua menjadi demikian jelas bahwa Muawiyah dan tentaranya adalah salah, sementara Imam Ali dan sahabat-sahabatnya adalah benar.

Oleh karena itu, pasukan Imam Ali semakin meningkatkan serangannya atas pasukan Muawiyah. Muawiyah dan pasukannya bersiap untuk melarikan diri.


Tipuan Baru

Muawiyah berpikir untuk memperdayai pasukan Imam. Sehingga ia pun meminta saran kepada Amr bin Ash. Lalu Amr berkata," Aku yakin kita dapat menipu mereka dengan Alquran."

Muawiyah gembira dengan siasat licik itu dan memerintahkan tentaranya untuk mengangkat Alquran dengan tombak-tombak mereka.

Ketika pasukan Imam melihat Alquran , mereka berpikir untuk menghentikan pertempuran. Siasat licik Muawiyah ini berhasil menipu beberapa tentara Imam Ali.

Imam lalu berkata,"Itu adalah tipuan! Akulah yang pertama mengajak mereka pada kitabullah. Dan akulah yang pertama mengimaninya. Meraka tidak mematuhi Allah dan melanggar ketetapan-Nya.

Namun tetap saja 20 ribu tentara Imam tidak mau mematuhi perintah beliau dan berkata," Hentikan pertempuran dan perintahkan Al Asytar untuk mundur!"

Imam akhirnya mengutus seorang tetara kepada Al Asytar untuk menghentikan pertempuran. Malik Al Asytar pun terpaksa mundur. Ia berkata, "Tidak ada kekuatan dan kekuasaan kecuali milik Allah.”


Tahkim

Malik al Asythar mengetahui bahwa tindakan Muawiyah itu hanyalah tipuan. Tetapi ia tetap mematuhi perintah Imam agar tak ada bencana yang terjadi. Ia adalah seorang pemimpin yang pemberani dan prajurit yang patuh.

Pertempuran pun berhenti. Dan kedua kubu menyetujui untuk bertahkim (memutuskan hukum) dengan Kitabullah.

Muawiyah mengirim Amr bin Ash untuk mewakilinya dalam negosiasi itu. Dan Imam memilih seorang yang siaga dan bijaksana. Orang itu juga mesti memiliki pengetahuan yang baik tentang Kitabullah. Sehingga, beliau memilih Abdullah bin Abbas, seorang yang berpengetahuan tinggi tentang agama.

Tetapi kubu pasukan pemberontak yang tidak mematuhi Imam menolaknya dan berkata, "Kami memilih Abu Musa al Asy'ari."

Imam menjawab," Aku tidak setuju dengan pilihan kalian. Abdullah bin Abbas lebih baik darinya."

Sekali lagi para pemberontak itu menolak keputusan Imam. Sehingga, Imam berkata, "Aku akan memilih Al Asytar."

Mereka juga menolak Al Asytar. Mereka tetap kukuh memilih Abu Musa al Asy'ari. Akhirnya, demi menghindari terjadinya malapetaka, Imam lalu berkata, "Lakukan apa yang kalian suka!"

Kemudian kedua wakil itu bertemu untuk berbicara. Amr bin Ash berpikir tentang sebuah rencana yang sekiranya dapat diterima oleh al Asy'ari. Amr berkata padanya," Wahai Abu Musa, Muawiyah dan Ali telah menyebabkan semua kesulitan ini. Sehingga, marilah kita tinggalkan mereka dan memilih orang lain."

Abu Musa al Asy'ari tidak menyukai Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Sehingga, ia pun setuju dengan rencana itu. Ia lalu berkata di depan orang-orang,"Aku melepaskan Ali dari kekhalifahan sebagaimana aku melepaskan cincin dari jariku." Kemudian ia pun melepaskan cincinnya.

Namun Amr bin Ash justru berkata dengan tegas,"Aku menempatkan Muawiyah pada kekhalifahan sebagaimana aku menempatkan cincin kejariku." Kemudian ia memakai cincinnya.

Para tentara Imam, yang telah membangkan tadi , menyesali perbuatan mereka yang salah itu. Tetapi mereka tetap berkeras untuk tidak patuh pada Imam. Malah mereka meminta Imam untuk bertaubat kepada Allah (karena mau berdamai dengan Muawiyah) dan melanjutkan peperangan lagi.

Tetapi Imam menghormati janji dan kesepakatan yang telah dibuat. Beliau menyetujui gencatan senjata dengan Muawiyah dan menghentikan peperangan selama setahun.

Imam meminta prajuritnya itu untuk bersabar selama setahun. Tetapi mereka tetap tidak mau patuh pada Imam. Mereka itulah yang disebut kaum Khawarij.


Racun dan Madu

Imam mengutus Malik al Asytar untuk menggantikan posisi Muhammad bin Abu Bakar sebagai Gubernur Mesir. Imam berkata kepadanya," Malik, semoga Allah merahmatimu, pergilah ke Mesir. Allah sangat percaya padamu. Berserahdirilah kepada Allah! Gunakan kelembutan pada tempatnya dan kekerasan juga pada tempatnya."

Malik al Asytar pun segera berangkat ke Mesir.

Muawiyah merasa khawatir dengan kepergian Malik ke Mesir, karena ia tahu bahwa Malik akan dapat menhalangi rencananya untuk menguasai Mesir. Oleh karena itu, Muawiyah merencanakan sebuah cara untuk membunuhnya.

Muawiyah biasa menggunakan racun yang dicampurkan pada madu untuk membunuh musuh-musuhnya. Muawiyah mendapatkan racun tersebut dari Romawi. Orang-orang Romawi mengizinkan Muawiyah membelinya karena mereka tahu bahwa ia menggunakannya untuk membunuh kaum Muslim.

Amr bin Ash berkata pada Muawiyah, "Aku kenal seorang laki-laki yang tinggal di kota Al Qilzim di perbatasan Mesir. Ia memiliki tanah yang luas di sana. Pasti Malik al Asytar akan melewati kota itu dan berhenti di sana untuk beristirahat.

Muawiyah lalu berkata,"Kirim seorang utusan untuk mengatakan padanya agar membunuh Al Asytar dan kita akan membebaskannya dari pajak seumur hidup."

Utusan Muawiyah dengan segera pergi ke Mesir dengan membawa madu beracun, dan membujuk laki-laki itu untuk meracuni Malik al Asytar.


Kesyahidan

Laki-laki itu setuju dengan rencana Muawiyah. Ia mengambil madu beracun itu, dan menanti kedatangan Malik.

Setelah beberapa hari, Malik tiba di kota Al Qilzim. Laki-laki itu lalu mengundang Malik untuk makan siang di rumahnya. Malik al Asythar menerima undangan itu dengan penuh hormat.

Laki-laki itu segera meletakkan secangkir madu beracun tadi di atas meja. Malik lalu meminum sesendok madu beracun tersebut. Dan seketika ia pun merasakan sakit yang hebat pada perutnya. Ia segera sadar bahwa ada yang merencanakan itu. Lalu ia meletakkan tangannya di atas perut dan berkata," Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sungguh kita adalah milik Allah dan kita akan kembali kepada-Nya!"

Malik al Asytar menjemput kematiannya dengan keberanian seorang beriman, yang mengetahui bahwa jalannya adalah Islam dan surga.

Mendengar Malik telah syahid, Muawiyah serasa terbang karena gembira. Sehingga ia berkata," Ali bin Abi Thalib mempunyai dua tangan. Aku telah memotong satu diantaranya pada perang Shiffin. Ia adalah Ammar bin Yasir. Dan hari ini, aku telah memotong tangannya yang lain. Ia adalah Malik al Asythar."

Amirul Mukminin merasa sangat sedih. Beliau pun menyatakan perasaan duka citanya," Semoga Allah merahmati Malik. Ia mencintai dan mematuhiku sebagaimana aku mencintai dan mematuhi Rasulullah."

Dengan cara seperti itu Malik Al Asytar mengakhiri kehidupannya yang penuh dengan jihad. Kecemerlangan tingkah lakunya akan menjadi teladan bagi para pemuda Muslim di mana pun.

" Aku telah mengirim seorang di antara hamba Allah terberani. Ia lebih kuat dari api dalam melawan kebusukan. Ia adalah Malik bin Harts al Asytar. Ia adalah seorang yang lembut dalam damai. Ia pun seorang yang tenang dalam peperangan. Ia mempunyai pandangan yang nyata dan kesabaran yang baik." (Imam Ali bin Abi Thalib)


(sumber : Kisah Para Sahabat)



Ke Halaman Alkisah---

0 comments:

Kisah Mus'ab bin Umair al-Khair ra

Posted by Unknown at 2:14 AM

Mus'ab mengenakan pakaian terbaiknya, menyisir rambutnya, menyemprotkan parfum ke tubuhnya, lalu pergi. Aroma parfumnya menyebar keseluruh penjuru. Beberapa orang wanita berbisik-bisik tentang pemuda kaya raya itu. Mereka berharap bahwa Mus'ab mau menikahi salah satu putrinya.


Mus'ab menghibur dirinya bersama temannya. Suatu hari, ia mendengar tentang suatu peristiwa baru yang terjadi di Makkah. Saat itu, Nabi Muhammad saw mulai mengajak orang-orang masuk Islam.


Mus'ab memutuskan untuk menemui Nabi Muhammad saw. dan mendengar khotbah beliau. Sehingga, ia pun pergi menuju rumah Al Arqam. Tadinya, dia bermaksud untuk meluangkan sedikit saja waktunya bersama Nabi Muhammad saw, karena ia telah berjanji pada teman-temannya untuk pergi mencari hiburan.


Namun, ketika Mus'ab duduk di hadapan Nabi Muhammad saw, dia mendapatkan sesuatu yang baru. Dia menyadari akan ampunan, cinta sejati, dan akhlak yang baik. Maka, ia pun mendngarkan kata-kata Nabi. 


Tiba-tiba ia berkata, "Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah."


Sejak saat itu, Mus'ab pun menjadi orang yang beriman. Dia mulai menatap ke langit dan merasakan penderitaan kaum miskin. Lalu, siapakah Mus'ab itu ?


Nama lengkapnya adalah Mus'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf. Dia berasal dari bani Abdul Daar yang berasal dari suku Quraisy. Dia termasuk salah satu sahabat terbaik. Dia masuk Islam pada masa awal. Dia merahasiakan keislamannya. Ketika kaum kafir mengetahui keislamannya, mereka pun memenjarakan ia di dalam rumahnya. Dia berhijrah ke Habsyi (Ethiopia) dan kemudian kembali lagi ke Makkah.


Nabi Muhammad saw. mengirim ia ke Madinah untuk mengajarkan Alquran pada orang-orang. Jadi, ia merupakan Muhajirin pertama. Rasulullah saw menjulukinya Mus'ab al Khair.


Dia ikut serta dalam Perang Badar. Dia syahid dalam Perang Uhud dan dialah yang membawa bendera Nabi saw.



Masuk Islamnya Mus'ab


Pada suatu malam, Mus'ab pulang ke rumahnya. Dia makan malam tanpa berkata apa-apa. Dia hanya makan satu jenis makanan. Ayahnya memandanginya. Ibunya pun heran dengan kebiasaan barunya itu. Ibunya bertanya tentang hal itu. Dia hanya menjawab," Tidak ada apa-apa."


Ketika waktu tidur tiba, Mus'ab berbaring di tempat tidurnyadan memandangi langit yang berbintang. Dia pun merasa sangat kagum atas kebesaran Allah, Pencipta langit dan Bumi,Penguasa jagad raya.


Semua sudah tertidur, Namun Mus'ab masi terjaga. Dia bangun dan berwudu dengan hati-hati agar tidak seorang pun melihatnya. Dia memasuki kamarnya dan mulai berdoa pada Allah, Yang Mahamulia.


Pada pagi berikutnya, ibu Mus'ab meras heran dengan perilaku aneh anaknya. Dia tak berhenti di depan cermin untuk menyisir rambutnya. Dia tidak memakai parfum di tubuhnya. Dia hanya berpakaian seperti orang biasa. Selain itu, ia memperlakukan orang tuanya dengan sopan.


Suatu hari, ibunya mendengar kabar mengenai seringny6a Mus'ab pergi ke rumah Al Arqam. Ibunya pun menjadi marah. Ibu Mus'ab menunggu kedatangannya dengan tidak sabar.


Mus'ab kembali pada sore harinya dan menyapa ibunya. Namun ibunya menampar pipinya dan berkata dengan keras," Mengapa kau tinggalkan agama leluhurmu dan mengikuti agama Muhammad ?"


Mus'ab menjawab,"Ibunda, karena itu merupakan agama terbaik."


Ibunya kehilangan akal sehatnya karena semua orang telah mengabaikannya termasuk juga suaminya. Dia tidak dapat mengendalikan dirinya lagi. Maka, ia pun menampar pipi anaknya lagi.


Mus'ab lalu duduk dengan sedih. Ibunya pun ikut duduk juga. Ia mulai berfikir bagaimana caranya agar anaknya itu kembali ke agama leluhurnya lagi.


Dengan lembut, ibunya berkata," Tidakkah kau lihat umat Islam menderita karena penyiksaan? Islam adalah agama para budak. Agama ini cocok untuk Bilal, Suhaib, dan Ammar. Sedangkan kau merupakan bagian dari suku Quraisy yang terhormat."


Mus'ab memandang ke arah ibunya dan berkata," Tidak Bu! Islam adalah agama semua orang. Tidak ada perbedaan antara Quraisy dengan selain Quraisy, dan antara yang hitam dan yang putih. Yang membedakan diantara mereka hanyalah ketaqwaan pada Allah. Ibu, aku mohon ikutilah agama Allah dan tinggalkan berhala karena mereka tidak berguna!"


Ibunya tetap diam. Dia lalu memikirkan cara lain agar anaknya meninggalkan agama Muhammad saw.


Matahari bersinar pada keesokan paginya. Sinarnya memenuhi rumah-rumah di kota Makkah dan perbukitannya. Rumah itu tampak sepi. Mus'ab bertanya dalam hatinya," ke manakah ibuku pergi?"


Mus'ab hendak keluar. Dia lalu menuju pintu, dan mencoba untuk membukanya namun pintu itu ternyata terkunci. Mus'ab pun menunggu kedatangan ibunya. Satu jam telah berlalu. Pintu itu kemudian terbuka. Ibunya bersama seorang lelaki beserban muncul dari belakang pintu. Lelaki itu membawa pedang di tangan kanannya dan rantai di tangan kirinya.



Penjara


Ibunya berkata padanya," Apakah kau ingin pergi ke rumah Al Arqam?"


Mus'ab terdiam. Ibunya pun melanjutkan, "Ruangan itu akan menjadi penjara bagimu hingga kau tinggalkan agama Muhammad."


Dengan tegas Mus'ab menjawab," Lebih baik aku mati demi agama Muhammad !"


Orang beserban itu pun lalu merantai Mus'ab, dan ibunya mendorongnya ke dalam kamar yang menjadi penjara baginya.


Hari-hari pun berlalu.


Mus'ab pun menderita kelaparan dan kesepian dalam penjara. Mus'ab tak henti-hentinya menangis.


Nabi Muhammad saw. dan umat Muslim mendengar tentang penderitaan Mus'ab. Mereka merasa prihati terhadap Mus'ab. Mereka kagum kepada Mus'ab karena dia memilih dipenjara dari pada mengingkari agama Allah.



Kebebasan


Mus'ab selalu beribadah kepada Allah selama dalam kurungan. Dia ikhlas dengan takdirnya. Namun, dia merasa bahwa kebebasan merupakan hal terindah dalam hidup, dan keimanannya pada Allah merupakan jalan menuju kebebasan. Mus'ab merasakan penderitaan budak-budak di Makkah.


Hari dan minggu pun berlalu. Mus'ab masih tetap dikurung. Allah berkehendak untuk menyelamatkannya dari penderitaan itu.


Tersebutlah seorang raja di negeri Habsyi. Nabi Muhammad saw. menyeru pada umat Muslim untuk berhijrah ke sana.


Seorang Muslim dengan sembunyi-sembunyi datang ke penjara Mus'ab. Orang itu memberi tahu Mus'ab tentangt hijrahnya umat Islam. Mus'ab pun gembira dan penuh harapan. Orang tersebut melepaskannya dari penjara. Dia senang dapat ikut bersama kaum Muslim. Mereka melewati gurun pasir menuju laut merah.



Ke Negeri Habsyi


Kafilah itu telah sampai ke pelabuhan Jeddah. Mereka berjumlah lima belas orang. Mereka melarikan diri dari kaum kafir untuk menyelamatkan agamanya. Sebuah kapal merapat ke pelabuhan Jeddah. Kapal itu menuju ke Habsyi. Muhajirin (orang-orang yang hijrah) pun pergi. Mereka mengucap syukur ke hadirat Allah atas keimanan dan keselamatan mereka.


Angin berhembus sepoi-sepoi, dan air laut tenang. Kapal itu mulai bertolak menuju Habsyi. Setelah beberapa hari, kapal itu pun sampai di Habsyi.



Ke Negeri Habsyi


Al Najashyi, Raja Habsyi, adalah orang yang adil. Dia menyambut kedatangan umat islam ke negerinya.


Di antara Muhajirin terdapat Abdurrahman bin Auf, Al Zubair bin al Awam, Utsman bin Mazun, Abdullah bin Mas'ud, Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayyah (putri Nabi), Umi Ayman, Abu Salamah dan istrinya Umu Salamah, serta Mus'ab bin Umair.


Muhajirin dapat beribadah kepada Allah dengan tenang. Mereka berharap dapat mendengarkan berita-berita tentang Nabi Muhammad saw. dan tentang mereka yang mengikuti Nabi. Mereka memohon pada Allah agar menganugerahkan kemenangan kepada mereka atas kaum kafir.


Kaum kafir berencana untuk membawa kembali umat Muslim dengan paksaan. Mereka pergi menuju pelabuhan Jeddah. Mereka tidak menemukan kapal itu karena ternyata kapal itu telah berangkat ke Habsyi. Kemudian, mereka pun memikirkan cara lainuntuk membawa pulang umat Islam.



Kepulangan


Kaum kafir ingin mengadakan perdamaian dengan Nabi Muhammad saw. karena Islam menyebar dengan cepat.


Sebagai contoh, Hamzah bin Abdul Muththalib (paman Nabi saw) telah menjadi Muslim karena Abu Jahal telah menganiaya Nabi saw. Lalu Umar bin Khaththab, musuh umat Islam yang paling kejam, telah menjadi Muslim juga. Tentu saja, kaum Muslim menyadari akan kekuatan besarnya.


Selama masa tersebut, Raja menerima Muhajirin di negerinya. Sehingga, rakyatnya memberontak terhadapnya.


Umat Muslim berfikir untuk pulang kembali ke Makkah agar tidak menempatkan Al Najashyi dalam posisi yang paling sulit. Dalam pada itu, mereka mendengar tentang gencatan senjata antara kaum Muslim dan kaum kafir di Makkah.


Setelah tiga bulan di Habsyi, kaum Muslim memutuskan untuk kembali ke Makkah. Sebelum umat Islam tiba di Makkah, mereka mendengan kabar buruk. Yaitu kabar tentang kaum Quraisy yang masih tetap berlaku tidak adil. Mereka terus menyiksa umat Muslim.


Oleh karena itu, Muhajirin berada diantara dua pilihan, yaitu kembali ke Habsyi atau masuk ke Makkah dan mengalami penyiksaan lagi. Sebagian Muhajirin kembali ke Habsyi dan sebagian lagi tetap memilih untuk tetap pergi ke Makkah.


Mus'ab memilih untuk pulang ke Makkah. Mus'ab pulang ke rumah untuk mencari ibunya. Ternyata ibunya masih tetap keras kepala. Ibunya berusaha untuk memenjarakan Mus'ab lagi, namun Mus'ab meninggalkan rumahnya. Matanya berlinangan air mata.


Mus'ab ingin ibunya menjadi Muslim juga. Dia berharap ibunya dapat membuka matanya agar dapat melihat cahaya tauhid. Namun jawaban terakhir ibunya adalah," Aku tak ingin orang-orang mengatakan bahwa aku lebih memilih agama anakku dibandingkan agama ayahku."



Pertemuan di Makkah


Nabi Muhammad saw. sedang menantikan musim ziarah untuk mengajak para peziarah untuk masuk Islam.


Enam orang yang berasal dari Yatsrib datang ke Makkah. Nabi saw. bertanya pada mereka," Kalian berasal dari mana?"


Mereka menjawab," Kami dari Yatsrib. Kami berasal dari suku Khazraj."


Nabi saw. lalu berkata pada mereka," Apakah kalian para pendukung kaum Yahudi ?"


Mereka menjawab," Benar."


Kemudian Nabi saw duduk bersama mereka. Lalu, beliau membacakan beberapa ayat Alquran dan mengajak mereka untuk masuk Islam.


Penduduk Yatsrib telah mendengar dari kaum Yahudi bahwa seorang nabi akan segera muncul. Karena itulah, mereka saling berkata, "Dialah nabi yang telah diceritakan oleh kaum Yahudi."


Dengan segera mereka menjadi Muslim dan berkata, " Permusuhan antara suku Aus dengan suku Khazraj semakin sengit, semoga Allah mempersatukan kami melalui engkau!"


Mereka lalu pergi menuju Yatsrib dan mulai mengajak penduduknya untuk masuk Islam.



Penghormatan Pertama Al Akaba


Ketika musim ziarah dimulai, dua belas orang Yatsrib datang dan menemui Nabi saw. di tempat yang bernama Al Akaba.


Kedua belas orang tersebut berjanji pada nabi bahwa mereka tak akan menjadi musyrik, takkan mencuri, takkan berzina, takkan membunuh anak perempuan mereka, dan takkan berkata bohong.



Muhajirin Pertama


Umat Muslim di Habsyi meminta Nabi Muhammad saw. agar mengirimkan seseorang untuk mengajar mereka tentang Islam.


Nabi Muhammad saw. merasa Mus'ab adalah orang yang paling tepat untuk mengemban tugas tersebut. Oleh karena itu, beliau menyuruhnya untuk bersiap-siap pergi hijrah ke Habsyi.


Mus'ab bin Umair mematuhi perintah Nabi saw. dan kemudian pergi bersama yang lainnya menuju Habsyi.


Oleh karena itu, Mus'ab bin Umair adalah orang yang pertama hijrah ke Habsyi karena Allah semata. Dia tinggal bersama Sa'ad bin Zarara, yang juga termasuk orang yang masuk Islam pada masa awal.


Hari demi hari berlalu. Mus'ab bersama kaum Muslim lainnya mengajari mereka tentang Islam dan membacakan mereka ayat-ayat Alquran.



Penyebaran Agama Islam


Sa'ad bin Zarara ingin menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru Makkah. Dia mengajak Mus'ab untuk pergi bersamanya menuju rumah bani Ashal dan bani Zafar.


Sa'ad bin Ma'adh dan Usaid bin Khuzair, adalah pemimpin bani Ashal. Mereka adalah orang-orang kafir yang bertuhan banyak.


Sa'ad bin Ma'adh berkata pada Usaid bin Khuzair, "Pergi dan hardiklah kedua orang itu! Lalu usir mereka dari rumah kita. Sa'ad bin Zurara adalah sepupuku. Dan aku merasa malu karenanya."


Usaid bin Khuzair mengambil pedangnya dan menghampiri mereka. Ada sekelompok orang yang berasal dari Yatsrib di sekeliling mereka. Mereka sedang mendengarkan ayat-ayat Alquran.


Sa'ad bin Zurara melihat Usaid berjalan ke arahnya. Dia berkata pada Mus'ab, "Dia adalah Usaid. Dia adalah pemimpin suku ini. Apabila dia menjadi Muslim, maka seluruh sukunya pun akan menjadi Muslim."


Usaid berhenti di dekat mereka. Dia lalu berkata dengan nada mengancam," Jika kalian masih senang hidup, pergilah dari sini!"


Mus'ab dengan sopan berkata," Duduklah beberapa menit saja. Dengarkanlah apa yang sedang kami bacakan. Jika engkau tidak menerimanya, kami akan pergi."


Usaid lalu berkata," Aku rasa itu adil, baiklah."


Usaid kemudian menaruh pedangnya di lantai dan duduk.


Mus'ab mulai membacakan beberapa ayat Alquran. Usaid merasa bahwa keyakinan mulai memasuki hatinya. Ekspresinya berubah seketika. Kemarahannya menghilang. 


Ia lalu berkata dengan senyuman," Alangkah indahnya !"


Mus'ab berkata," Inilah agama terbaik. Nabi yang jujur dan dapat dipercaya telah membawanya."


Usaid lalu bertanya," Apa yang harus aku lakukan apabila aku ingin menjadi seorang Muslim?"


Mus'ab menjawab," Bersihkanlah tubuhmu, berwudulah, katakanlah,' Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah dan hamba Allah.' Lalu salatlah dua rakaat."


Usaid berdiri lalu pulang ke rumahnya. Kemudian ia membersihkan tubuhnya, berwudu, setelah itu kembali menghadap Mus'ab dan Sa'ad bin Zarara, lalu ia pun menjadi Muslim. Kemudian dia berkata, "Ada seorang pria di sana. Pria itu adalah kawanku. Apabila ia menjadi seorang Muslim, maka seluruh sukunya akan menjadi Muslim juga. Akan kupanggilkan dia."



Sa'ad bin Ma'adh Masuk Islam


Usai kemudian kembali menuju kawannya, Sa'ad. Ketika Sa'ad bin Ma'adh melihatnya di kejauhan, dia berkata pada kawannya," Demi Tuhan, Usaid datang dengan wajah yang lain." Maksudnya, Usaid telah berubah.


Sa'ad bertanya pada Usaid," Apa yang telah kau lakukan?"


Usaid menjawab," Aku telah menyuruh mereka pergi. Dan mereka berkata," Kami akan melakukan apa yang kau inginkan."


Kemudian Sa'ad bertanya," Di mana mereka sekarang?"


Usaid menjawab," Di tempat mereka."


Sa'ad lalu berkata dengan marah," Engkau tidak melakukan apa pun!"


Sa'ad kemudian berdiri, mengambil pedang dari Usaid, dan pergi menghampiri Mus'ab bin Umair.


Mus'ab tersenyum. Dia meminta Sa'ad untuk duduk dan mendengarkan. Kemudian dia berkata," Apabila kata-kata kami mengganggu kalian, maka kami akan pergi!"


Setelah Sa'ad menaruh pedangnya, ia lalu duduk.


Mus'ab membacakan beberapa ayat Alquran. Kemudian, Mus'ab memberitahu Sa'ad tentang akhlak Islam yang baik, persahabatan, dan persaudaraan.


Sa'ad merasa bahwa hatinya condong pada agama Islam, sehingga ia lalu berkata,"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan hamba Allah."


Sa'ad merahasiakan keislamannya, karena ia bermaksud untuk melakukan sesuatu.


Sa'ad adalah pemimpin dan panutan bani Ashal. Mereka menantikan kepulangannya. Dia dan Mus'ab bin Umair pulang kembali menghampiri bani Ashal. Ketika Sa'ad mendekati mereka, dia berhenti lalu berkata," Bani Ashal, siapakah aku?"


Mereka semua menjawab,"Pemimpin dan panutan kami!"


Sa'ad bin Ma'adh lalu berkata," Aku mengajak kalian untuk percaya pada Allah dan Rasulullah."


Seluruh anggota bani Ashal kemudian menganut agama Islam. Oleh karena itu, Mus'ab bin Umair mulai mengajari mereka prinsip-prinsip dalam agama Islam.



Penghormatan Kedua Al Akaba


Musim ziarah yang baru dimulai. Mus'ab bin Umair dan sekolompok umat Muslim pergi menuju Makkah. Sekelompok kaum kafir juga berangkat ke sana. Kaum kafir mengunjungi Makkah dan melakukan upacara ritual khusus.


Mus'ab ingin menemui Nabi saw. untuk memberitahu beliau tentang penyebaran agama Islam di Yatsrib.


Sekelompok umat Muslim secara diam-diam mengunjungi Nabi Muhammad saw. Mereka meminta beliau untuk menemui mereka di Bukit Al Akaba di malam hari. Mereka tidak ingin kaum kafir Quraisy mengetahui pertemuan mereka.


Saat kaum kafir sedang tidur, diam-diam kaum Muslim pergi menuju Bukit al Akaba. Kaum Muslim tersebut berjumlah 73 orang. Dua di antara mereka adalah wanita. Yang pertama Nasiba binti Ka'ab, dia berasal dari bani Najar. Yang kedua Asma binti Amru, dia berasal dari bani Salamah.


Nabi Muhammad saw. datang ke bukit. Begitu pula paman Nabi,Abbas, yang merahasiakan keislamannya karena dia takut pada orang-orang Quraisy, datang juga bersama Nabi.


Umat Muslim kemudian melakukan penghormatan pada Nabi Muhammad saw. Mereka meyakinkan Nabi bahwa mereka akan membela Islam. Mereka berkata pada Rasulullah saw," Kami telah menghormatimu! Kami akan setia padamu. Lalu apakah yang kami peroleh ?"


Nabi Muhammad saw. menjawab," Surga!"



Munat Sang Berhala


Utusan Nabi kembali ke Madinah. Mus'ab bin Umair juga kembali ke Madinah. Dia sangat gembira atas kemenangan Islam. Agama Islam sudah menyebar. Cahayanya menyinari Yatsrib. Kebanyakan penduduk Yatsrib memeluk agama Islam, dan hanya sedikit saja yang masih tetap bertuhan banyak dan menyembah berhala.


Amru bin Jamuh termasuk di antara mereka, namun putranya, Ma'adh, ikut melakukan penghormatan pada Nabi Muhammad saw. di Bukit al Akaba. Amru bin Jamuh membuat berhala dari kayu. Dia menamakannya Munat. Dia menaruh berhala tersebut di halaman rumahnya. Dia menyembahnya setiap hari.


Ma'adh memikirkan cara untuk meyakinkan ayahnya tentang kesia-siaan menyembah berhala. Dia setuju dengan kaum Muslim lainnya untuk mengambil berhala tersebut.


Pada malam hari, Amru bin Jamuh pergi ke kamarnya untuk tidur. Putranya masih terjaga dan sedang menunggu kawan-kawannya.


Pada waktu yang telah disepakati, kawan-kawannya datang. Ma'adh membuka pintu dengan hati-hati. Kawan-kawannya lalu masuk ke rumah. Mereka kemudian mengikat berhala itu dengan tali dan menariknya keluar. Mereka pergi ke luar kota. Mereka lalu melempar berhala itu ke lubang pembuangan sampah. Setelah itu, Ma'adh pulang dengan tenang dan pergi tidur.


Pada keesokan harinya, Amru bin Jamuh bangun. Dia tidak menemukan Munat. Ia lalu mulai mencari berhalanya di sepanjang jalan. Ia berteriak-teriak," Siapa yang telah mencuri Tuhanku?"


Amru bin Jamuh mencari berhalanya ke mana-mana. Akhirnya ia menemukannya di lubang tempat pembuangan sampah. Dia mengeluarkannya dari lubang tersebut dan membawanya kembali ke rumahnya. Dia lalu membersihkannya dan memberikan wewangian. Kemudian dia berlutut dan memohon maaf pada berhala itu.


Pada malam berikutnya, kawan-kawan Ma'adh datang. Mereka menarik berhala itu dan membawanya ke luar kota lalu membuangnya ke tempat yang sama.


Amru bin Jamuh bangun dari tidurnya. Dia tidak dapat menemukan berhalanya. Sehingga ia pun pergi ke luar kota. Dia membawa berhalanya kembali ke rumah dan membersihkannya. Saat itu, ia mulai kesal. Oleh karena itu, ia kemudian menempelkan sebuah tulisan di leher Munat. Dia berkata pada Munat," Jika engkau benar-benar Tuhan, maka belalah dirimu!"


Hari sudah gelap. Kawan-kawan Ma'adh datang. Mereka membawa kembali berhala itu ke tempat lain. Mereka mengikatnya pada bangkai anjing dan melemparnya ke dalam sebuah lubang.


Pada keesokan harinya, Amru bin Jamuh mencari berhalanya ke mana-mana. Kemudian ia menemukannya terikat pada anjing yang telah mati. Sehingga ia lalu menendang berhala itu dengan kakinya. Dia berkata," Sungguh Tuhan yang nakal engkau!"


Sejak saat itu, Amru bin Jamuh percaya pada agama Islam. Ma'adh sangat senang saat ayahnya menjadi Muslim.



Hijrahnya Nabi


Kaum kafir sering menyakiti kaum Muslim, sehingga Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Madinah.


Umat Muslim mulai meninggalkan Makkah secara diam-diam. Mereka pergi ke Madinah seorang demi seorang atau kelompok demi kelompok. Kaum kafir Quraisy mengetahui tentang hijrahnya kaum Muslim. Sehingga mereka mulai menangkap dan menyiksa sebagian dari mereka.


Tiga belas tahun berlalu setelah misi kenabian. Abu Jahal mendesak kaum kafir Quraisy untuk membunuh Nabi Muhammad saw. Jibril lalu turun dari langit memberitahu Rasulullah saw. tentang rencana jahat kaum kafir itu. Malaikat Jibril memerintahkan Rasulullah untuk hijrah ke Madinah.


Nabi saw. memutuskan untuk meninggalkan Makkah dengan diam-diam, beliau meminta sepupunya, Ali, untuk tidur di tempat tidurnya. Ali menerima permintaan Nabi dengan senang hati.


Ketika kaum kafir mendobrak rumah Nabi. Mereka melihat Ali sedang tidur di atas tempat tidur Nabi. Mereka mengagumi Ali dengan keberanian dan pengorbanannya.


Nabi Muhammad saw. tiba di Madinah. Penduduknya menyambut beliau dengan shalawat. Pada saat itu, Yatsrib diberi nama Madinah.


Nabi Muhammad saw. mulai membangun masyarakat baru. 


Nabi Muhammad saw. membangun sebuah masjid. Masjid tersebut merupakan simbol dari tauhid. Kemudian, beliau membuat persaudaraan antara Muhajirin (kaum yang hijrah dari Makkah) dengan Anshar (Kaum penolong yang asli Mdinah).



Perang Badar


Kaum kafir di Makkah menyerang dan merampok rumah-rumah umat Muslim.


Nabi Muhammad saw. ingin menghukum kaum kafir Quraisy. Beliau mendengar tentang kafilah dagang yang kembali dari Syam. Nabi Muhammad saw. kemudian memerintahkan kaum Muslim untuk menyerang kafilah dagang tersebut.


Abu Sufyan, pemimpin kafilah dagang tersebut, mendengar tentang rencana kaum Muslim. Ia lalu mengutus seseorang kepada pemimpin kaum Quraisy agar mengirimkan perbekalan yang penting padanya. Ia pun mengubah arah perjalanan kelompoknya.


Kaum kafir bersiap-siap untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka mengerahkan 950 orang prajurit dan berangkat menuju Madinah.


Nabi Muhammad saw. membentuk suatau pasukan. Pasukan tersebut berjumlah 313 orang. Beliau memberi Mus'ab bin Umair bendera Muhajirin. Beliau memberi Sa'ad bin Ma'adh bendera Anshar. Dan beliau memberikan benderanya, yang disebut Al Ikaab, pada Ali bin Abi Thalib.


Kedua pasukan bertemu di dekat Sumur Badar.


Perang pun pecah. Kaum Muslim berjuang dengan gagah berani. Allah menganugerahkan mereka kemenangan. Kaum Muslim membunuh banyaka kaum kafir. Selain itu, mereka menangkap banyak kaum kafir seperti Nadhar bin Harits.


Nadhar bin Harits berkata pada Mus'ab bin Umair," Beri tahu kawanmu (Nabi Muhammad saw.) agar menganggapku sebagai tawanan perang!"


Mus'ab kemudian berkata padanya," Engkau telah menyiksa para sahabatnya."


Nadhar mencoba untuk mengingatkan Mus'ab akan fanatisme Quraisy sebelum Mus'ab masuk Islam.


Mus'ab lalu berkata, " Aku tidak sependapat denganmu. Islam menentang fanatisme."


Mus'ab tidak memikirkan apa pun kecuali agama Islam.



Perang Uhud


Kaum kafir Quraisy bersiap-siap untuk membalas dendam pada kaum Muslim. Setahun berlalu setelah Perang Badar. Kaum kafir mebentuk sebuah pasukan besar. Jumlah pasukan itu mencapai tiga ribu prajurit. Abu Sufyan memimpin pasukan tersebut.


Pasukan kaum kafir maju menuju Madinah.


Kaum Yahudi di Madinah merasa khawatir atas kemenangan kaum Muslim pada saat Perang Badar. Mereka penuh dengan rasa dengki. Ka'ab bin Ashraf, seorang Yahudi yang berasal dari bani Nadhir, pergi ke Makkah. Dia mendesak kaum kafir untuk membalas dendam pada kaum Muslim.


Abu Sufyan berkata pada Ka'ab,"Agama manakah yang lebih baik, agama Muhammad atau agamamu?"


Ka'ab berkata sambil tersenyum,"Bukan keduanya. Yang terbaik adalah agamamu!"


Maka kaum Yahudi pun berhasil membujuk kaum kafir. Karena itulah, pasukan kaum kafir berangkat menuju Madinah.



Menghadapi Kaum Kafir


Setelah beberapa kali pembicaraan di Masjid Nabi, Kaum Muslim setuju untuk menghadapi kaum kafir di dekat Bukit Uhud di luar Madinah. Nabi Muhammad saw. membentuk sebuah pasukan. Pasukan itu berjumlah tujuh ratus orang. Nabi Muhammad saw. memberikan benderanya pada sahabat yang berani Yaitu Mus'ab bin Umair.


Nabi Muhammad saw. memerintahkan lima puluh pemanah terbaik untuk tetap berada di Bukit Aianain. Tugas mereka adalah melindungi kaum Muslim dari serangan mendadak. Oleh karena itu, Nabi saw. memerintahkan mereka agar tidak meninggalkan tempat mereka apapun yang terjadi.


Beliau saw. berkata pada mereka," Lindungi kami dari belakang. Jangan tinggalkan tempat kalian apabila kalian melihat kami mengumpulkan barang rampasan perang atau pun apabila kami terbunuh."


Ketika pertempuran pertama dimulai, Kaum Muslim memperoleh kemenangan besar. Mereka mulai mengejar kaum kafir. Para pemanah di atas bukit lupa akan perintah Nabi saw. Mereka melihat saudara-saudara mereka mengumpulkan rampasan perang. Mereka menginginkannya juga, mereka pun meninggalkan tempat mereka.


Khalid bin Walid memimpin pasukan kaum kafir. Dia melancarkan serangan mendadak. Para pemanah di atas bukit tidak dapat menahan serangan mereka. Sehingga sebagian dari mereka terbunuh dan syahid. Serangan itu menyebabkan kaum Muslim berada dalam kekacauan.


Nabi Muhammad saw. dan beberapa sahabat seperti Ali bin Abi Thalib. Hamzah bin Abdul Muththalib, dan Mus'ab bin Umair menghadapi serangan tersebut.


Mus'ab membawa bendera Muslim. Ia bertempur dengan gagah berani untuk melindungi Rasulullah saw.


Pasukan kafir menyerang Mus'ab dengan gencar untuk menjatuhkan bendera Islam. Mus'ab melawan dengan gigih. Namun, setelah memberikan perlawanan keras, Mus'ab pun jatuh ke tanah dan syahid.


Rasulullah saw. memerintahkam Imam Ali untuk mengangkat bendera Islam tinggi-tinggi. Pertempuran berlanjut. Lalu, Hamzah pun syahid. Beberapa sahabat terus bertempur dengan berani. Abu Dajana al Anshari dan Sahal bin Hunaif berada di antara mereka.


Rasulullah saw. terluka parah. Kaum kafir melancarkan serangan gencar untuk membunuh beliau saw. Rasulullah saw. berkata pada Imam Ali, "Lawan kaum kafir ini!"


Imam Ali bertempur dengan pedangnya,Dzulfikar. Ia tidak menggubris luka-lukanya. Malaikat Jibril turun dari langit. Dia berkata pada Rasulullah saw., "Wahai Muhammad, para malaikat di surga mengagumi ketahananmu."



Penarikan Mundur


Karena situasi bertambah kritis, Rasulullah saw. memutuskan untuk menarik mundur pasukan Islam agar mereka dapat beristirahat. Beliau saw. memanggil mereka," Aku adalah rasul Allah. Mendekat padaku!"


Rasulullah memimpin para sahabatnya menuju puncak Bukit Uhud.


Abu Sufyan berdiri di kaki bukit dan berkata," Sehari untuk sehari."


Lalu ia berkata," Hubal yang agung!"


Rasulullah saw. memerintahkan para sahabatnya untuk berkata: "Allah Lebih Agung!"


Abu Sufyan berkata," Kami memiliki pendukung, sedangkan kalian tidak!"


Rasulullah saw. berkata," Allah SWT adalah pendukung kami, kalianlah yang tidak memiliki pendukung!"


Pertempuran berakhir. Kaum Muslim mendapat pelajaran yang tak terlupakan dari pertempuran itu. Yakni untuk mematuhi Rasulullah saw. dalam keadaan apa pun.


Kaum Muslim kehilangan tujuh puluh pejuang. Kaum kafir kehilangan 28 prajurit.


Rasulullah saw. tiba di Madinah. Kaum Muslim gembira menyambut kedatangan beliau. Rasulullah menyampaikan rasa duka citanya pada Hamna binti Jahasy (istri Mus'ab) atas kesyahidan pamannya. 


Wanita itu berkata, " Kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya! Semoga Allah mengampuni dan mengasihinya! Selamat syahid!"


Rasulullah saw. lalu menyampaikan rasa duka citanya atas kesyahidan saudaranya, Abdullah. Wanita itu berkata," Kita milik Allah dan akan kembali pada-Nya! Semoga Allah mengampuni dan mengasihinya! Selamat syahid!"


Rasulullah saw. kemudian menyampaikan rasa duka citanya atas kesyahidan suaminya, Mus'ab. 


Wanita itu larut dalam tangis dan berkata,"Betapa menyedihkan!"


Ia terus mencucurkan air mata kepahitan. Rasulullah saw. tahu bahwa Hamna sangat mencintai suaminya yang pemberani itu.


Wanita Mukmin itu akhirnya pulang sambil menangis. Melihat hal itu, Rasulullah saw. berkata," Wanita itu mencintai suaminya lebih dari siapa pun."


Nama Mus'ab tertera di baris pertama lembaran jihad.


Kaum Muslim selalu mengenang pahlawan pemberani ini, yang menderita dalam perjuanganbagi Islam.[]



(sumber : Kisah Para Sahabat)




Ke Halaman Alkisah---



0 comments:

Newer Posts Home Older Posts
Subscribe to: Posts (Atom)

Photostream

Powered by Blogger.

Halaman

  • Home

Saya

Unknown
View my complete profile

Arsip

  • ▼  2013 (26)
    • ▼  January (26)
      • Rezim Al-Saud Dinilai Sedang Menuju Kehancuran
      • Menyingkap Hakikat Wahhabi & Mengenal Ibnu Abdul W...
      • Langkah Agresif AS Untuk Mengisolasi Iran
      • Irak Semakin Membara
      • Kisah Latif Yahia 'Anak' Saddam Hussein
      • Kisah Malik al-Asytar ra
      • Kisah Mus'ab bin Umair al-Khair ra
      • HALAMAN DO'A
      • Do'a Jausyan Kabir
      • Dialog Islam dan Atheis (Bag 5)
      • Dialog Islam dan Atheis (Bag 4)
      • Dialog Islam dan Atheis (Bag 3)
      • Dialog Islam dan Atheis (Bag 2)
      • Dialog Islam dan Atheis (Bag 1)
      • HALAMAN ISLAMI
      • Kisah Ibnu Taimiyah dan Hakikat Wahabisme
      • Skenario Biden ; Disintegrasi Irak Dimulai dari Ak...
      • HALAMAN INSPIRASI
      • Riwayat Qiraati 1
      • HALAMAN ALKISAH
      • Pertemuan Ayatullah Al-Udzhma Marashi Najafi ra de...
      • Pertemuan Ayatullah Al-Udzhma Marashi Najafi ra de...
      • Pertemuan Ayatullah Al-Udzhma Marashi Najafi ra de...
      • HALAMAN BERITA
      • Ahmad Al-Sharifi : Turki, Israel dan Qatar Kobarka...
      • Konspirasi Baru Ancam Kedaulatan Irak
  • ►  2012 (4)
    • ►  December (4)

Blogger templates

Hello there!

Follow us

High Quality Blogger Templates
Copyright © 2012 Ya Shahib Zaman - Designed by SoraTemplates - and Free Blogger Templates.

Back to top