Dialog Islam dan Atheis (Bag 5)
Posted by
Unknown
at
9:24 PM
Dialog 5: Tuhan Itu Ada
Ada seorang komunis dari
Musayyab[1] datang kepada saya, dimana kelompok Komunis di daerah ini -yang
dipimpin oleh Hasan Righa’ telah melakukan Kriminal luar biasa, di antaranya
menangkapi orang-orang, dan mengikat tangan dan kakinya serta menuangkan kalajengking
ke badan-badan mereka-, orang tersebut berkata: saya seorang komunis dan saya
sangat bangga pula.
Saya berkata: Anda adalah
pengikut Hasan Righa’ kaffasy (tukang sepatu)?
Dia berkata: Iya, saya
adalah pengikut tuan guru Hasan, dan meskipun nama beliau kaffasy, tapi ini
tidak membuatnya kurang, karena ketika revolusi terjadi, kedudukan dan posisi
para pekerja dan petani menjadi lebih baik dan lebih tinggi, dan hal-hal yang
tidak berguna akan terbinasakan.
Saya berkata: Apakah
posisi sebagai dokter, insinyur, pengacara, fisikawan, juga tidak punya makna
dan tidak ada artinya?
Dia berkata: Iya, petani
dan pekerja lebih mulia dari mereka-mereka ini.
Saya
berkata: Anda sendiri petani atau pekerja?
Dia
berkata: Saya seorang pekerja.
Saya
berkata: Apa pekerjaan anda?
Dia
berkata: Saya seorang guru.
Saya
berkata: Baiklah sekarang apa yang anda inginkan?
Dia
berkata: Saya punya banyak pertanyaan.
Saya
berkata: Silahkan ungkapkan.
Dia
berkata: Siapa yang mengatakan bahwa Tuhan itu ada?
Saya
berkata: Ada dua miliar manusia yang mengatakannya.
Dia
berkata: Siapa saja dua miliar tersebut?
Saya
berkata: Umat Islam, umat Masehi, umat Yahudi, umat Budha, Umat Majusi, dan
agama serta mazhab lainnya.
Dia
berkata: Tuhan itu adalah bagian dari khurafat-khurafat.
Saya
berkata: Apa dalilnya?
Dia
berkata: Kalau memang Tuhan itu ada, maka pasti kita bisa melihatnya dengan
mata kepala, mendengar suaranya, dan bisa merabanya.
Saya
berkata: Apakah segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra
adalah tidak ada?
Dia
berkata: Iya, karena era sekarang adalah era eksperimen dan era ilmu
pengetahuan, era agama dan era khurafat-khurafat telah berlalu.
Saya
berkata: Anda pernah ke Kutub Utara ?
Dia
berkata: Tidak.
Saya
berkata: Ini berarti Kutub Utara itu tidak ada.
Dia
berkata: Orang yang pernah ke Kutub Utara yang memberitahu kita, bahwa Kutub
Utara itu ada.
Saya
berkata: Orang-orang yang mendengar firman Tuhan yang memberitahu kami, bahwa
mereka mendengar firman dan suara Tuhan.
Dia
berkata: Siapa orang-orang tersebut?
Saya
berkata: Nabi Musa As dan Nabi Muhammad Saw.
Dia
berkata: Perkataan mereka tidak bisa diterima.
Saya
berkata: Kalau begitu, orang yang memberitahu anda bahwa London itu ada, tidak
bisa diterima juga.
Dia
pun terdiam.
Dia
berkata: Saya telah membaca buku utama anda yang berisi tentang Tuhan. Namun,
tidak terdapat dalil yang memuaskan.
Saya
berkata: Buku kami yang mana yang anda baca?
Dia
berkata: Buku Syarh At-Tajriid.
Saya
berkata: Dengan penuh keterusterangan, saya katakan pada anda, bahwa
pengetahuan anda tidak sampai pada Syarh At-Tajriid. Karena anda tidak pernah
belajar filsafat secara seksama dan sistematis .
Dia
berkata: Bagaimana mungkin, saya ini seorang magister.
Saya
berkata: Anda ini lulusan master sebuah sekolah yang di dalamnya tidak
diajarkan filsafat. Dan anda ini tidak memiliki sedikit pun pengetahuan tentang
filsafat.
Kemudian
saya berkata: Dalil yang saya tulis dalam buku Syarh At-Tajriid yang tidak
memuaskan anda itu, tolong sebutkan!
Dia
berkata: Dalil daur dan tasalsul.
Saya
berkata: Apakah anda paham dengan dalil daur dan tasalsul tersebut?
Dia
berkata: Tidak.
Saya
berkata: Kalau begitu alangkah baiknya kalau anda mengatakan: Saya tidak bisa
memahami dalil anda, bukan malah mengatakan: Dalil anda tidak bisa memuaskan
saya.
Dia
terdiam, kemudian berkata: Apa makna dari daur dan tasalsul ?
Saya
berkata: Ini adalah sesuatu yang badihi dan jelas, penjelasannya: Anda dibuat
oleh bapak anda, bapak anda dibuat oleh kakek anda, kakek anda dibuat oleh
bapak kakek anda, dan demikian seterusnya sampai ke atas dan tidak punya akhir,
ini yang dinamakan tasalsul dan ini adalah sesuatu yang mustahil. Atau, kakek
anda yang paling tua dibuat oleh bapak anda sendiri, ini disebut daur dan ini
juga adalah sesuatu yang mustahil.
Nampak
tanda-tanda kebingungan dan keheranan di raut mukanya, namun dia tidak berucap
apa-apa, sepertinya dia tidak senang dan tidak suka menyalahkan dirinya dan
berkata saya tidak paham.
Dia
berkata: Kalau memang Tuhan itu ada, lalu kenapa kita tidak bisa melihatnya?
Saya
berkata: Apakah segala sesuatu bisa kita lihat?
Dia
berkata: Iya.
Saya
berkata: 4×4 sama dengan berapa?
Dia
berkata: Sama dengan 16.
Saya
berkata: Apakah anda dengan mata kepala melihat bahwa 4×4=16?
Dia
berkata: Ini adalah sebuah perkara logikal (akal) dan tidak perlu dilihat.
Saya
berkata: Demikian juga tentang eksistensi Tuhan adalah perkara logikal dan
tidak perlu dilihat.
Dia
berkata: Dari mana kita bisa memahami wujud Tuhan?
Saya
berkata: Dari ciptaannya kita bisa memahami keberadaan dan wujud-Nya.
Dia
berkata: Apa makna mengenal Tuhan dengan melalui ciptaan-ciptaan-Nya?
Saya
berkata: Kalau anda pergi ke sebuah padang pasir dan anda menyaksikan
bekas-bekas ban mobil yang lewat di atas pasir itu, apakah anda akan
mengatakan, bahwa di sini ada sebuah mobil pernah lewat?
Dia
berkata: Iya, ini hal yang lumrah.
Saya
berkata: Padahal anda tidak melihat mobil tersebut?!
Dia
berkata: Melihat mobil bukanlah syarat dan bukanlah sebuah keharusan.
Saya
berkata: Oleh karena itu, di sini bekas-bekas tersebut menunjukkan akan adanya
pemilik bekas tersebut. Bukankah demikian?
Dia
berkata: Iya.
Saya
berkata: Demikian pula alam semesta ini adalah bekas dan ciptaan Tuhan dan ini
menunjukkah akan keberadaan-Nya.
Dia
terdiam.
Dia
berkata: Apa perlunya kita mengakui keberadaan Tuhan?
Saya
berkata: Apa perlunya anda mengakui keberadaan penguasa atau pemerintah?
Dia
berkata: Pemerintah atau penguasa adalah sesuatu yang hakiki.
Saya
berkata: Demikian juga Tuhan adalah sesuatu yang memiliki hakikat.
Dia
berkata: Siapa yang mengatakan bahwa Tuhan itu adalah suatu hakikat?
Saya
berkata: Ciptaan-ciptaan Tuhan yang mengatakan bahwa Tuhan itu adalah sebuah
hakikat.
Dan
kemudian saya berkata: Tuhan lah yang menciptakan kita dan memberi kita rezeki,
yang menghidupkan kita, dan memberikan segala sesuatu kepada kita, dengan semua
ini apakah tidak ada kemestian bagi kita untuk mengenal dan mengetahui-Nya? Dan
apakah dengan mengingkari keberadaan-Nya tidak sama dengan kita mengingkari
pemberi dan pemilik nikmat sangat besar ini?!
Setelah
kita mati nanti, di alam sana terbentuklah sebuah pengadilan besar Ilahi, dan
Allah Swt menganugerahkan surga kepada orang-orang saleh di antara kita dan
melempar para pendosa dan pendurhaka ke dalam api neraka. Oleh karena itu, kita
butuh dan memerlukan Allah Swt sama seperti ketika kita punya masalah hukum,
kita memerlukan seorang hakim.
Dia
berkata: Anda dengan segala pengetahuan tinggi yang anda miliki membenarkan
adanya surga dan neraka?
Saya
berkata: Ini adalah ilmu dan budaya saya, bagi saya adalah sebuah kemestian
untuk membenarkan keberadaan surga dan neraka.
Dia
berkata: Ilmu dan budaya sangat menentang akan keberadaan surga dan neraka, dan
ilmu pengetahuan adalah musuh agama.
Saya
berkata: Bahkan sebaliknya, bacalah buku-buku yang berisi tentang arwah, tidur
buatan, menghadirkan arwah, di sana anda akan memahami bahwa setelah alam dunia
ini ada alam lain. Dan ini adalah hal yang telah dibuktikan oleh ilmu
pengetahuan.
Dia
berkata: Iya, saya mendengar semua itu, namun dalam hal ini saya belum pernah
menelitinya.
Saya
berkata: Iya, karena tuan guru Hasan Righa’ tidak memberikan kesempatan kepada
para pemuda untuk menelaah dan mengkaji.
Dia
berkata: Anda menertawakan saya?
Saya
berkata: Tidak! Saya justru menangisi anda.
Dia
berkata: Kenapa?
Saya
berkata: Bukankah hal yang sangat disayangkan, dimana seorang pemuda
berpendidikan, pengajar, menjadi bagian anggota dan pembantu seorang manusia
awam yang dari segi pendidikan dan ilmu jauh di bawahnya? Sebangsa anda dan
juga sekampung anda telah disiksa dengan gigitan kalajengking. Dia sangat
terpengaruh dengan ucapan-ucapan saya dan hampir-hampir dia menangis, tapi dia berusaha
mengontrol dirinya.
Dia
berkata: kondisilah yang seperti ini.
Saya
berkata: Semoga Allah Swt melenyapkan kondisi dan keadaan seperti ini, dan
semoga Allah Swt menciptakan pribadi-pribadi seperti anda yang akan menjadi
pembimbing generasi-generasi baru selanjutnya yang akan merombak sejarah
orang-orang yang telah menganiaya dan mencaci rakyat dan masyarakat.
Dia
meminta maaf kepada saya dan berjanji untuk senantiasa bersikap bijak, dia
bangkit dan pergi, dan di akhir-akhir ini saya melihat dia sebagai seorang yang
sangat saleh dan sangat menyesali masa-masa lalunya.
Jujur itu lebih baik, daripada merasa telah berbuat baik atas ketidak jujuran demi kebaikan.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete